Aliran Kepercayaan Slam Wiwitan, Warisan Nusantara

0
81

ETNOGRAFI.ID: “Jauh sebelum negara Indonesia terbentuk, ratusan tahun kami sudah membentuk sistem berprikemanusiaan dan ada tata titi dalam aturan hukum, yg disebut hukum adat”. 

“Bung Karno kurang jelas mengatakan jangan lupakan sejarah (JASMERAH). Harusnya ditambah dengan kata: Wahai rakyatku sekalian. Dulu pernah kita menginjak masa keemasan Sunda jaya di Buana”.

Dengan adanya keinginan pribumi mempunyai Kartu Tanda Penduduk asli ajaran kepercayaan leluhur mereka. Di tanah leluhur mereka sendiri. Maka sistem baru dari pemerintahan Indonesia harus tahu diri. Sudah syukur diizinkan membentuk Indonesia, yang so iyeh dengan kebhinekaan. Yang isinya kosong. Tek tek bengek peraturan peundagan tidak dibentuk dari awal. Terkesan buru buru membentuk Negara. Tapi sistem tertata rapih belum ada. Saya melihat ada ketakutan dari Negara.

Dalam cara pandang memberikan pribumi hak hak adat mereka. Cara pandang saya sebagai petani, saat ini dan ke depan, sebagian kalangan yg “menguasai” negara sangat takut, jika peraturan adat kembali berkembang. Yang akan berimbas sedikit demi sedikit menghapuskan sistem kapitalis dan kaum kaum haus politik dan kekuasaan. Saudara saudaraku para pesbukiah dan lainnya yg masih percaya dengan aturan adat, yang bisa kembali membentuk prikemanusiaan dan keadilan.

Ayo kita serukan spirit adat leluhur yang memang seperti “ngahontal bentang ku hasiwung” di era zaman ini.Saya yakin, persoalan kelokalan mampu membereskan solusi acak kadut persoalan masalah pertanian peternakan dan lainnya. Bagi orang Desa nan jauh dari kota apalagi kalangan adat, menyarankan sebaiknya kita stop impor terutama kebutuhan pangan. Bila sudah tidak mampu menjalankan sistem pemerintahan versi Indonesia saat ini.

Alangkah lebih baik jika para politikus mundur kemudian angkat kaki, lalu ikhlaskan sistem tata cara lokal memegang peran. Bukan kah jati diri bangsa adalah adat istiadat? Sekarang, maka biarkan dan relakan “jati” nya sendiri yg memegang sistem pemerintahan.

Slam Wiwitan

Slam Wiwitan berbeda dengan Aliran Kepercayaan Sunda Wiwitan. Begitu tandas pernyataan dari pihak Baduy. Waktu itu datang dari Forum Perlindungan Hak Asasi Manusia yang membantu mendorong Pengesahan kolom agama Aliran Kepercayaan di Kartu Tanda Penduduk. Bukan hanya di Baduy Kab. Lebak Banten.

Forum tersebut selanjutnya akan berlanjut membantu memperjuangkan untuk Agama kepercayaan di Papua. Jika ditinjau memang akan sukar melihat lalu mempetakan agama di Nusantra, yang tiap Desa saja bisa berbeda seperti di Papua misalnya. Ketika berkumpul dari beberapa Jaro, mendiskusikan akan di isi kolom agama apa untuk masyarakat Kanekes Baduy.

Jawabanya yaitu Slam Wiwitan dan nabinya yaitu nabi Adam AS. Jaro menjelaskan Slam Wiwitan berbeda dengan Sunda Wiwitan. Sebab, jika pengupasan untuk referensi ‘kitab lisan’ Agama dari Baduy itu berdiri sendiri. Misal saja, Padjajaran dan daerah baduy itu secara letak dan sejarah dahulu ada perbedaan.

Saya juga ada referensi lain untuk masalah agama di suku Sunda, ketika itu budayawan Alm. Anis Jati Sunda pada tahun 2008 mengatakan, menurut pengamatan beliau di Suku Sunda agama kepercayaannya terbagi menjadi 7 aliran. Masuk akal juga jika Baduy mengaku berbeda dengan Sunda wiwitan.

Lalu jika menilik Kampung kampung adat di Suku Sunda, satu sama lainnya jika diperhatikan memang mempunyai cara beradat istiadat dan referensi KItab Lisan berbeda beda.

Menarik dari Slam Wiwitan adalah Agama Slam Wiwitan hanya untuk orang Kanekes Baduy. Tidak untuk dan tidak bisa selain komunitas turunan darah baduy memeluk agama Slam Wiwitan. Dan kalau umpamanya ada yang ingin masuk kepercayaan Slam Wiwitan, secara ajaran dan aturan ajaran tidak akan diterima masuk.

Sebab Slam Wiwitan mempunyai ajaran serta aturan tersendiri. Berbanding terbalik dengan ajaran agama formal, yang “bahagia” jika ada umat lain berbelok agama. Di Baduy mempunyai aturan dalam kepercayaannya “moal ngajak, embung di ajak, jeung moal ngejek agama sejen (tidak akan mengajak, tidak mau di ajak, dan tidak akan mengejek agama dan kepercayaan di luar kepercayaannya). Itu kukuh ajaran mereka.

Mungkin penilaian dalam ugeran kahirupan seperti ini yang menjadi bukti dan layak untuk Aliran Kepercayaan Slam Wiwitan masuk setidaknya dalam kolom KTP. Kepercayaan mereka tidak perlu dielu elukan dalam kegitan seremonial di Media, kepercayaan mereka tidak perlu disebarkan.

Kepercayaan mereka cukup untuk mereka sendiri. Tanpa mengajak, tidak mau mengajak, dan tidak akan mengejek agama lain. Jika itu dilakukan maka di belahan bumi Nusantra ini tidak akan ada pacengkadan antar umat beragama. Semua agama baik.
Memang dalam satu tahun lalu. Menurut data Desa Kanekes ada sekitar 100 orang yang ke luar dari baduy.

Alasannya ada yang pidah agama, atau menikah dengan bukan dari darah baduy. Aturan hukum adat “panjang tidak boleh di potong, pendek tidak boleh di sambung” jika tidak sanggup mengemban ajaran. Maka dipersilahkan untuk keluar dari kesatuan baduy. Dan tidak akan pernah diterima kembali di kesatuan baduy. inti ajaran dan aturannya tegas, setelah ke luar tidak akan diterima lagi.

Bumi Suci Lema Salaka.

Wiwitan dalam bahasa Sunda artinya adalah pertama. Membaca kalimat Sahadat. dituturkan dalam tradisi lisan Baduy. Sejarah sebelum para nabi, ketika masih jaman para sanghyang, yaitu ketika masa yang menentukan para nabi dan juga para wali, ketika itu orang baduy mempercayai mereka –orang baduy– sudah di Islam kan dengan membaca kalimat sahadat.

Dalam tradisi lisan urang baduy diceritakan mengenai sejarah alam, yang disebutkan dimana ada bumi suci yang pertama terletak di nagara yang sempurna di sawargamandiloka di atas sana. Kemudian Bumi suci yang ke dua ada di Baduy dalam. Lalu, bumi suci yang ke tiga ada di Mekah Arab.

Bumi suci lema salaka itu adalah tanah suci yang ada di baduy dalam. Dimana kita secara umum juga mengetahui itu adalah areal tanah yang disucikan secara perlakuan. selain pribumi dilarang masuk ke baduy dalam. Juga aturan lain sangat ketat terus diberlakukan.
Penilaian agama tidak hanya bukti tertulis. Dengan adanya konsep lisan dalam beragama setidaknya akan membuka pikiran kita.

Bagaimana konsep beragama di Nusantra sangatlah beragam dan mempunyai referensi jelas yang bisa dipertanggungjawabkan. Kitab suci ada dalam diri kita masing masing itu menurut urang baduy. Yang isinya bagaimana kita berprilaku dalam kehidupan. Jika berprilaku buruk maka kelak akan mendapatkan keburukan, dan sebaliknya jika berprilaku baik kelak akan mendapatkan kebaikan.

Kini setelah beberapa minggu lalu Mahkamah Konstitusi mengesahkan dan memperbolehkan aliran kepercayaan ada di Kolom KTP.

Kabar itu membawa keceriaan salah satunya untuk masyarakat Kanekes Baduy. mereka akan merasa terangkat derajatnya. Bagaimana tidak, secara sejarah dan tradisi lisan mereka begitu mengemban ajaran amanah turun temurun asli ajaran lokal. Berbeda jauh dengan perlakuan terhadap ajaran agama formal yang sudah mendapatkan tempat yang sangat layak sekali semenjak Indonesia Merdeka ditambah pasilitas yg terkesan borjuis dalam beragama.

Sekarang urang baduy tidak akan merasa risih lagi dengan tawaran serta ajakan dari agama lain. Sumber dilapangan dari masyarakat Gajeboh mengatakan. Ada tawaran /ajakan dari Agama Kristen yang akan membangun semacam gereja, ajakan dari Islam yang akan membangun pesantren, juga ajakan Budha, serta Hindu. Mereka kini akan ada tameng untuk menegaskan “Kami Ge Boga Agama, nyaeta Slam Wiwitan, Tah na Kolom Agama dina KTP aya ayeuna mah aya”. Konflik Halangan Bagi Urang Baduy.

Bahasa Parawitasa tolong dihapuskan digantilah dengan bahasa lain. Terkhusus untuk orang baduy, banyak pengunjung yang datang ke baduy jika kesannya pariwisata akan disamakan dengan daerah wisata lainnya. Di baduy ini berbeda dengan daerah lain, sebab di baduy mempunyai aturan lain yang berhubung dengan kepercayaan mereka juga ajaran mereka. Baiknya dinas terkait turun langsung ke lapangan.

Dialoglah dengan asli daerah kampung kanekes. Jangan hanya sampai di terminal Ciboleger dan wisata di daerah perbatasan Baduy Luar saja, seperti mengadakan acara seremonial dengan memasukan jaringan Telekomunikasi. Misalnya yg baru ini perusahaan Telekomunikasi membangun tugu pas perbatasan Baduy Luar–naon masksud na–
Sangat disayangkan kecerewetan Bupati lebak yg pada waktu itu viral dengan nada marah dan keras.

Ternyata, eta terangkanlah… Namun saudara fesbukiah dimana saja berada. Ketegasan Bupati lebak tidak mampu membendung pembagunan perusahaan raksasa yang kokoh berdiri di pas perbatasan Baduy luar. Dimana nurani ke adatan dan rasa kerisihan Bupati Lebak sebagi pemimpin di daerah sakral/suci lemah suci Baduy. Koar-koar Bupati Lebak ternyata tidak berpihak pada Adat! Tidak bermakna laksana pemimpin.

Koar koar Bupati Lebak tak berhati nurani sehingga mengijinkan Tugu Perusahaan Telekomunikasi berdiri. Inti na Pemerintahan terkait lembek untuk membela hak dan perlindungan adat. Wani kanu sahandapeun.

Akhirnya, secara berlahan aturan adat di baduy sedikit demi sedikit rusak. dilanggar, karena tak mampu lagi membendung teknologi dan pengaruhnya masuklah Handphone. Ditopang dengan pengijinan pembagunan sarana komunikasi. Begitulah Pemerintaan lebak. Satu sisi mengangkat wisata Baduy sebagi jargon paling depan dalam adat istiadat.

Satu sisi pemerintahan Lebak mengijinkan “perusakan tak terlihat terhadap adat istiadat” masuk ke kawasan Baduy. Secara ajaran agama baduy tidak mengijinkan apa pun bentuk yang datang dari luar. Sementara pemerkosaan terhadap agama baduy juga dilakukan dengan mendirikan tugu perusahan telekomunikasi sejengkal dari tanah adat baduy.
Kita terbuka saja, jangan jangan kemarahan Bupati Lebak yang sempat viral tersebut adalah untuk menutupi bagaimana carut marut kondisi jalur bisnis untuk kawasan wisata adat.

Penulis: Yoyo Sutarya, Eagle Institute

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.