Perjalanan Musik Keroncong di Indonesia Bagian 3

0
94

ETNOGRAFI.ID: Tahun 1959 Yayasan Tetap Segar Jakarta pimpinan Brijen Sofyar memperkenalkan Keroncong Pop atau Keroncong Beat pada masyarakat. Sejalan dengan perkembangan musik pop pada waktu itu dengan pengaruh Rock ‘N Roll dan Beatles, lagu-lagu berbahasa Indonesia, daerah maupun barat diiringi dengan Keroncong Beat.

Misalnya Na So Nang Da Hito (Batak), Ayam Den Lapeh (Padang), Pileuleuyan (Sunda).

Sekitar 1968 di daerah Gunung Kidul Yogyakarta musisi Manthous memperkenalkan musik campursari. yaitu perpaduan keroncong dengan gamelan dan kendang. Selain itu, instrumen yang digunakan pun secara elektronik seperti bass guitar, electric bass, organ, sampai juga dengan saxophon dan trompet.

Adalah Didi Kempot dengan hits lagunya Stasiun Balapan, Tanjung Emas, Terminal Tirtonadi. Garapanya kini terus berkembang. Semula hanya keroncong dengan khas ukulele, kini bentuk keroncong yang dicampur dengan musik populer menggunakan organ serta synthesizer untuk mengiringi lagunya.

Musik keroncong lebih condong pada progresi akord dan jenis alat yang digunakan.

Sejak pertengahan abad ke-20 ada tiga macam keroncong yang dapat dikenali dari pola progresi akordnya. Bagi pemusik yang sudah memahami alurnya, mengiringi lagu-lagu keroncong sebenarnya tidaklah susah, sebab cukup menyesuaikan pola yang berlaku.

Sebenarnya, keroncong tidak pernah jauh dari anak muda. Contohnya saja, The Step, Rollies, C’Blues, Trenchem dan Peels merekam sejumlah lagu berirama keroncong. Usaha merangkul anak muda juga pernah dilakukan.

Keroncong Kreatif

Direktur TVRI Ishadi SK, MSc dengan Gema Keroncong dan menampilkan Elfa’s Big Orchestra tahun 1992 dengan kemasan apik dan bagus itu tetap saja menuai kritik. Karena dianggap memaksa mengeroncongkan lagu-lagu Barat.

Dua tahun kemudian, Djaduk G Ferianto bersama kelompoknya, Musik Katebe (Kelompok Taman Budaya) Yogyakarta, Meluncurkan lagu-lagu keroncong kreatif dalam album Model dan Ngetrend produksi PT Gema Nada Pertiwi Jakarta.

Kemudian Djaduk kembali ke pakem, yakni menggunakan nama orkes keroncong (OK) untuk grup barunya, Sinten Reman, tahun 1999, kelanjutan dari grup keroncong Sukar Maju (1981) dan Katebe (1992).

Namun, musik orkes keroncong Sinten Remen tetap saja nakal khas Djaduk, dengan memberikan napas baru yang aktual dalam keusangan, segar dalam kesederhanaan.

Menurut Ario Dari Ukeba Squad salah satu komunitas ukulele Bandung mengatakan salah satu contoh keroncong kreatif seperti peelings keroncong dan diperkenalkan kembali anak muda masa kini.

Menurutnya tentang musik kroncong, adalah musik khas Indonesia yang sudah sangat langka untuk dipertunjukkan. Ukulele Cak dan Cuk di dalam musik kroncong adalah unsur yang paling utama dalam pembentukan karakter musik kroncong, didukung oleh alat musik lainnya.

Musik kroncong sangat perlu diperkenalkan kembali kepada generasi muda saat ini, karena kebanyakan tidak mengenal musik kroncong. Solusi untuk melestarikan kembali musik kroncong adalah memperbanyak sanggar musik yang melatih anak-anak muda dalam memainkan kroncong. Serta didukung juga oleh pemerintah, baik dari peralatan, maupun wadah untuk berkreasi dan panggung pertunjukan.

Dian Ahmad Wibowo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.