Kisah Perjuangan Bung Hatta Dipenghujung Lebaran

0
46
Mohammad Hatta (Bung Hatta) (dok, Bataranews.com)

TOKOH, ETNOGRAFI.ID–“Sehari setelah Hatta dan tiga kawannya dibebaskan oleh mahkamah di Den Haag, mereka sempat merayakan Hari Raya Idul Fitri pada 23 Maret 1928,” tulis Deliar Noer.

Sepenggal kisah di atas merupakan bagian dari perjalanan hidup dari sang proklamator Indonesia yakni Mohammad Hatta. Sosok pribadi yang santun serta ramah ini merupakan cendikiawan nasional. Pemikirannya tentang kemajuan berkehidupan bangsa, selalu dituangkan dan disampaikan pada setiap pertemuan tingkat Internasional.

Kisah ini menggambarkan bagaimana Mohammad Hatta pembelaan dirinya atas tudingan bahwa adanya penghasutan untuk meberontak pada kerajaan Belanda.

Berawal dari pasca menghadiri Konferensi Liga Internasional Wanita, Mohammad Hatta kembali ke Belanda via Paris. Dia tinggal beberapa hari di Paris.

Sesampainya di Den Haag, pada 23 September 1927 ada dua polisi dating dengan membawa surat perintah penahanan Hatta. Kemudian dia dibawa ke penjara di Casiusstraat. Bersamanya ditahan pula tiga kawan Hatta yakni Nazir Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojodiningrat.

Dari empat orang yang ditahan seharusnya ada tujuh yang harus ditahan, akan tetapi Ahmad Soebardjo, Gatot Tarumihardjo, dan Arnold Mononutu berada di luar Belanda sehingga tak bisa ditahan.

Siang itu, pada tangga 24 September 1927, Mr. Duys, seorang advokat dan anggota Tweede Kamer (parlemen Belanda) dari SDAP (Partai Buruh Sosial Demokrat) bersama temannya Mr. Mobach mendatangi Hatta di penjara dan menawarkan pembelaan.

“Setelah bertukar pikiran sejenak, aku menerima tawaran Mr. Duys itu dan mengucapkan terima kasih atas kesediaan dan kebaikannya. Aku diberi tahu oleh Mr. Duys bahwa dituduh atas tiga perbuatan yaitu menjadi anggota perhimpunan terlarang, terlibat dalam pemberontakan, dan menghasut untuk menentang Kerajaan Belanda,” kata Hatta dalam otobiografinaya, Untuk Negeriku, seperti yang dilansir Historia.id

Setelah itu seorang advokat muda yakni Nona Mr. Weber teman Nazir Pamontjak sewaktu menjadi mahasiswa pun menawarkan diri menjadi pembela bersama Mr. Duys dan Mr. Mobach.

Tidak lama kemudian setelah terdengar kabar penahanan mahasiswa Indonesia, J.L. Vleming Jr. dari SDAP langsung mengadakan aksi-aksi untuk memberikan bantuan kepada mereka.

Anak organisasi SDAP, AJC (Perserikatan Pemuda Komunis) dan para mahasiswa sosial demokrat menggalang dana. Pada satu hari saja, AJC berhasil mengumpulkan Nf.1.200 dan 5.000 tanda tangan dukungan.

“Para pembela tidak mau menerima honorarium untuk pembelaan mereka. Hal itu telah menyebabkan lebih banyak dana yang dapat digunakan untuk menutupi keperluan-keperluan pribadi para korban dan keluarga mereka, selama mereka ditahan,” kata Mr. Duys dalam Membela Mahasiswa Indonesia di Depan Pengadilan Belanda.

Hatta dan kawan-kawan ditahan selama lima setengah bulan. Empat bulan di antaranya, setiap siang, antara pukul 13:30-17:00, mereka dihadapkan kepada rechter comissaris yang melakukan pemeriksaan pendahuluan.

Meski tengah di penjara, Hatta tetap belajar dengan meminta untuk dikirimi buku-buku mengenai hukum konstitusi dan ilmu politik, serta jika mungkin satu set lengkap majalah Indonesia Merdeka, guna menyusun pembelaan.

Waktu persidangan pun tinggal menghitung jam. Mereka disidang di Den Haag pada 8 Maret 1928 di bulan Ramadan. Dari tiga tuduhan hanya satu yang dikemukakan, yaitu menghasut. Ucapan-ucapan yang dipandang menghasut terhadap Kerajaan Belanda diambil dari majalah Indonesia Merdeka.

Mereka menolak dituduh menghasut. Opsir justisi (jaksa) menuntut hukuman tiga tahun untuk Hatta, dua setengah tahun untuk Nazir Pamontjak, dan dua tahun untuk Ali Sastroamidjojo dan Abdul Madjid Djojodiningrat.

Setelah Mr. Mobach tampil untuk menangkis tuduhan jaksa, kesempatan diberikan kepada pembela utama, Mr. Duys. Selama 15 menit pertama, dia mengemukakan bantahan dan kritikan terhadap jaksa dalam menggunakan Undang-Undang Hukum Pidana.

Kemudian selama tiga jam 15 menit, dia membandingkan karangan-karangan dalam Indonesia Merdeka yang dianggap menghasut dengan karangan-karangan dalam surat kabar di Hindia Belanda dan Belanda yang jauh lebih ekstrem dan tidak tidak pernah dipandang menghasut.

Esok harinya, 9 Maret 1928 sidang dilanjutkan. Jaksa mendapat kesempatan menjawab tangkisan yang dikemukakan para pembela. Setelah itu, Mr. Duys menyampaikan pembelaan terakhir atau tangkisan terhadap replik jaksa. Nona Mr. Weber tak berbicara karena menganggap apa yang disampaikan Mr. Duys dan Mr. Mobach sudah cukup.

Sesudah itu, para tertuduh diberi kesempatan membacakan pembelaannya. Awalnya, Hatta akan membacakan pledoi yang memakan waktu tiga jam setengah. Tetapi, presiden mahkamah meminta Mr. Duys supaya Hatta menyerahkan pembelaannya yang panjang kepada mahkamah dan Hatta hanya membacakan ringkasannya saja.

“Aku pandang pembelaan itu sebagai tanda yang baik. Aku mulai menyangkal bahwa kami melarikan diri ke luar Belanda dan sesudah itu aku bacakan bagian penutup pembelaanku,” kata Hatta.

Menurut Deliar Noer dalam Mohammad Hatta: Hati Nurani Bangsa, Hatta dituduh akan lari (ketika dicari, dia memang sedang berada di luar Belanda dalam kegiatannya memperkenalkan Indonesia ke berbagai kota di Eropa).

Dia sengaja kembali cepat ke Belanda ketika berita dia dicari itu menyebar. Tentu semua tuduhan itu ditolak Hatta dalam pembelaannya yang dia beri judul Indonesie Vrij (Indonesia Merdeka), yang juga sampai ke Indonesia dengan jalan diselundupkan.

Setelah keempat tertuduh membacakan pembelaan ringkasnya, presiden mahkamah memutuskan sidang pembacaan putusan ditunda sampai 22 Maret 1928. Sambil menunggu, atas permintaan Mr. Duys, mahkamah membebaskan keempat tertuduh dari tahanan.

“Kami berempat pun mengucapkan terima kasih banyak kepada pembela kami Mr. Duys, Mr. Mobach, dan Nona Mr. Weber,” kata Hatta.

Pada 22 Maret 1928, Hatta dan kawan-kawan hadir kembali di pengadilan. Mahkamah membebaskan mereka dari segala tuduhan. Keputusan itu disambut gembira oleh berbagai kalangan, terutama SDAP, juga CPH (Partai Komunis Belanda).

Sementara Westenink mantan gubernur Sumatra Barat yang menghadapkan mereka ke meja hijau, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai advisur (penasihat) mahasiswa.

Selain merayakan Lebaran dengan kawan-kawan mahasiswa dari Indonesia, Hatta juga menyampaikan sambutan dalam perayaan kemenangan di Amsterdam yang digelar oleh SDAP, partai politik kedua terbesar di mana Mr. Duys dan Mr. Mobach menjadi anggotanya.

“Sehari setelah Hatta dan tiga kawannya dibebaskan oleh mahkamah di Den Haag, mereka sempat merayakan Hari Raya Idul Fitri pada 23 Maret 1928,” tulis Deliar Noer.

Sumber: Historia.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.