Mataram Kuno Wariskan Hidup Bertoleransi

0
53

ETNOGRAFI.ID–Peaceful co-existence mempunyai Arti hidup Berdampingan dengan damai, Konsep ini dicetuskan oleh Roeslan Abdulgani pada saat acara Konferensi Asia Afrika berlangsung.

Dalam Konferensi Asia Afrika itu juga dicetuskan suatu pandangan mendasar yang digunakan untuk meredakan perang dingin.

Pandangan dasar itu adalah pandangan non-konfrontatif dimana pandangan tersebut mengutamakan toleransi terhadap pandangan hidup satu sama lain.

Jiwa toleransi dalam artikel Abdulgani adalah jiwa “live-and-let-live.” Jiwa “hidup berdampingan secara damai.” Jiwa “peaceful co-existence,” yang mecakup prinsip saling menghargai terhadap integritas dan kedaulatan.

Jiwa toleransi ini juga sudah hidup di kalangan negara-negara Asia-Afrika, baik yang komunis maupun yang non-komunis ditingkatkan menjadi Dasasila, yaitu “The Ten Bandung Principles on the Promotion of World Peace and Cooperation.” (Abdulgani, 1985;313).

Jauh pada abad 8 Konsep ini ternyata sudah dicetuskan lho para pembaca. Lebih tepatnya pada masa Kerajaan Mataram Kuno.

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering disebut Bumi Mataram.

Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu.

Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.

Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan Medang merupakan kerajaan yang bercorak agraris.

Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk Agama Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama Budah, Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.

Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga merupakan pendiri Wangsa Sanjya yang menganut agama Hindu.

Setelah wafat, Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu baik agama Hindu dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno.

Mereka yang beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang menganut agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan
Konsep ini Berawal Semula terjadi perebutan kekuasan, namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Sailendra) beragama Buddha.

Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai. Hal ini menunjukkan betapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia.

Toleransi ini merupakan salah sifat kepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lestarikan agar tercipta kedamaian, ketenteraman dan kesejahteraan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses