CIREBON, TRAVELCUY.com – Hama merupakan organisme yang dianggap merugikan. Dalam hal ini para petani lah yang paling dirugikan. Untuk mensiasati penyebaran hama tersebut, ada langkah yang unik dan efektif dilakukan oleh pengusaha asal Cirebon. Ia memanfaatkan hama ular untuk dijadikan produk fesyen.
Adalah Tosin, warga Blok 3 Desa Kertasura, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon yang memanfaatkan hama ular untuk diolah sebagai bahan dasar fesyen, seperti tas maupun sepatu. Saking identiknya dengan olahan ular, kampung ini kini dikenal sebagai Kampung Ular Kertasura Cirebon.
Biasanya, hasil olahan ular yang dibeli dari kampung ini dijual kembali untuk di ekspor ke luar negeri, seperti Uni Eropa, Singapura, dan Australia.
Menurut Tosin ular yang ditangkap untuk produk fesyen ini merupakan ular yang khusus hidup di air baik asin, tawar maupun payau. Ular yang diambil merupakan hewan melata yang dianggap hama bagi petani, peternak hingga petambak.
Setelah ditangkap, lanjutnya, ular itu diolah lagi untuk diambil kulitnya dan dijual kepada pengepul.
“Kalau ular yang habitatnya di darat tidak saya ambil karena ada aturannya kan harus ada izin juga, selain itu penangkapannya dibatasi serta harus ada penangkarannya,” kata Tosin.

Pria berusia 41 tahun itu mengaku sudah berkecimpung di dunia satwa ular sejak tahun 2005. Usaha mengolah ular ini, kata Tosin, sudah dilakukan warga secara turun temurun.
“Tadinya hanya mencari saja alias jual ular hidup tapi lama kelamaan banyak yang minta dan diberi masukan untuk membuka usaha olahan kulit ular, jadi ya saya bersama keluarga mengolah kulit ular,” ujar Tosin.
“Pengepulnya juga sudah hafal siapa saja warga yang mengolah ular dan hanya di blok desa ini saja,” tambah Tosin.
Tosin mengaku aktivitas mengolah kulit ular tersebut tidak dilakukan setiap waktu. Tosin menangkap ular saat cuaca memasuki musim hujan.
Dia menyebutkan, saat musim hujan, produksi bahan kulit ular bisa mencapai 5 kwintal per hari. Kulit ular tersebut diambil langsung oleh pengepul dengan harga mulai dari Rp3000 sampai Rp50 ribu per kulit.
“Tergantung musim, ukuran lebar kulitnya dan selebihnya dijadikan apa ya tergantung pengepul saja, tapi biasanya dijadikan dompet atau produk fesyen lain,” ujar dia.
Selain kulit, Tosin juga terkadang mendapat banyak pesanan dari daging ular. Dia mengatakan, jika musim dingin, daging ular sebagian besar laku dibeli.
Tosin mengaku tidak tahu daging yang dibeli oleh pengepul tersebut dipergunakan untuk apa. Jika daging tak laku dibeli, Tosin memberikan daging untuk pakan ternak atau tambak seperti ikan lele.
“Mungkin biasanya diekspor karena setahu saya daging ular itu panas dan di luar negeri sana kalau musim dingin biasanya pas makan daging ular. Semua orang yang akrab dengan ular pasti pernah mencoba daging ular,” pungkasnya.
(Panji/VET)