Pengakuan Gay Ciamis: “Kami Tidak Merugikan Siapapun… Mungkin Ini Takdir Tuhan”
wartapriangan.com, BERITA CIAMIS. Pengakuan gay Ciamis. “Yang komentar semuanya seenaknya, menyakitkan. Memangnya mereka dirugikan apa? Jangan berfikir ini keinginan saya. Siapa sih yang ingin beda? Semuanya juga ingin normal! Bertahun-tahun saya ingin normal, tapi ternyata sulit sekali. Jadi saya fikir mungkin ini sudah takdir Tuhan…”.
Rentetan kata di atas mengalir begitu saja dari mulut Y, laki-laki asal Ciamis berusia 25 tahun. Sepintas, tak ada yang berbeda dengan Y. Badannya tegap berkulit sawo matang, dengan bulu cukup lebat. Gagah, itu kesan yang sangat mungkin muncul dari siapapun yang melihat Y. Kecuali, mereka tahu Y seorang gay.
Y mengaku terganggu dengan berbagai komentar pembaca Warta Priangan, khususnya pada berita berjudul “Astaghfirulloh… Ada Ribuan Gay di Kabupaten Ciamis”, yang tayang hari Jumat (05/02).
Menurut Y, para komentator sangat emosional, tanpa memahami seperti apa permasalahan sebenarnya.
“Saya sering curhat, berbagi dengan teman-teman saya. Tidak ada satupun yang ingin dilahirkan seperti ini. Tapi kalau sudah berusaha ternyata tidak berubah, apa kami harus dibakar seperti kata komentator di Warta Priangan?!”
Terlepas dari ketersinggungan Y, ia ternyata mengakui kalau jumlah gay di Ciamis bisa mencapai lebih dari seribu. Bahkan bukan hanya di Ciamis, di kota-kota lain pun sama.
“Hitung-hitungan di Warta Priangan saya kira cukup mendekati, cukup presisi. Sekarang bukan hanya di kota besar, di desa juga banyak. Lagi pula tidak sulit mendeteksi eksistensi kami, grup-grup di social media saja sudah banyak yang terang-terangan. Dan itu ada di hampir tiap daerah,” terang Y, yang belum lama sukses meraih gelar sarjana dari perguruan tinggi negeri di Bandung ini.
Y mulai merasa ada kejanggalan pada perasaannya sejak ia duduk di bangku SMP. Semakin hari, rasa tertarik pada sesama jenis semakin kuat. Namun karena tinggal di desa, tentunya gejolak itu ia lawan sekuatnya. Barulah ketika ia kuliah di Bandung, ia mulai berani eksis.
“Di Ciamis sulit eksis, ada perasaan canggung. Baru saat di Bandung, ternyata banyak yang seperti saya. Bahkan ada yang berencana pindah ke Belanda, karena di sana kami bisa menikah,” terang Y. (Senny Apriani/WP)
Baca juga: