Keren! Bengkel di Ciamis Ini Mampu Produksi Ratusan Mesin Pertanian
wartapriangan.com, BERITA CIAMIS. Sebuah bengkel di Ciamis berhasil membuat alat pertanian sendiri. Jika lulus uji dari Kementerian Pertanian, maka para petani Ciamis tidak perlu membeli alat pertanian ke daerah lain.
Menurut sang pemilik bengkel, Emin, bengkelnya sudah memproduksi lebih dari 100 mesin pertanian. Peralatan yang sudah diproduksi antara lain alat bajak sawah (hydrotiller), mesin perontok padi (tresher), perontok jagung (corn seller), mesin penyabit padi (reapper), mesin penggiling jagung (hammer mill), serta mesin penggiling padi (rice milling).
Emin mengatakan, ia merintis bengkel las tersebut sejak tahun 2002. “Awalnya saya hanya melayani pesanan para petani, sekarang saya sudah mempunyai empat pekerja. Dalam pengerjaan satu alat bisa dikerjakan tiga sampai empat hari. Kami juga membuat pesanan di beberapa toko seperti Tasik, Kuningan dan dari Rancah”.
Kasi Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis, H. Nana menerangkan telah dilakukan test report terhadap alat-alat yang diproduksi bengkel Rizki yang beralamat di Desa Sukajaya, Kecamatan Rajadesa tersebut. “Kita melakukan test report untuk mengetahui kemampuan sebuah mesin pertanian. Test report ini tujuannya supaya tahu kekuatan dan kapasitasnya dan supaya ada legalitasnya dari pemerintah, sehingga kalau dipasarkan tidak susah,” jelas H. Nana.
Untuk kelakuan tes report tersebut, tim dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, Senin (03/10) telah mendatangi bengkel Rizki. Tim penguji dipimpin langsung Kepala Balai Pengembangan Mekanisasi Pertanian Provinsi, Ir. Edi Mulyana.
“Kami mengharapkan agar bengkel ini di tingkatkan kualitasnya, terutama dalam segi pengembangan teknologi dan tenaga yang menanganinya melalui kerjasama dengan penyuluh pertanian, sesuai tingkat keahlian yang mereka miliki,” lanjut Nana.
Namun Emin merasa kesulitan dalam memasarkan mesin pertanian yang diproduksinya. “Kami telah memproduksi beberapa jenis alat mesin pertanian, namun saya mengalami beberapa kesulitan dalam pemasaran produknya. Untuk itu diperlukan pemberdayaan, termasuk soal teknis supaya mesin pertanian yang diproduksi bisa sesuai dengan kebutuhan lokal”. (Dena A. Kurnia/WP)