Kesenian Tradisional Ebeg di Pangandaran, Tetap Lestari dan Makin Inovatif
wartapriangan.com, BERITA PANGANDARAN. Kesenian tradisional kuda lumping yang berasal dari suku Jawa memiliki eksistensi kuat di Pangandaran, hal ini menandakan kehidupan sosial suku Jawa dan Sunda di Pangandaran terjalin baik.
Kepala Bidang Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan Lembaga Adat dan Masyarakat Hukum Adat Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Erik Krisnayudha Astrawijaya Saputra mengatakan, kesenian kuda lumping datang ke Pangandaran dari suku Jawa melalui daerah Cirebon.
“Kesenian tradisional kuda lumping ini banyak berkembang di daerah perbatasan suku Sunda dengan suku Jawa seperti Kecamatan Mangunjaya, Kecamatan Kalipucang dan Kecamatan Pangandaran,” kata Erik.
Erik menambahkan, kesenian kuda lumping lebih akrab dan dikenal oleh masyarakat dengan sebutan ebeg. Dalam gelarannya kesenian ebeg sangat simpel untuk dipentaskan dalam pertunjukan acara resepsi seperti pesta pernikahan, khitanan dan beberapa acara yang melibatkan banyak orang.
“Karena pertunjukan ebeg lebih simpel arenanya, banyak warga yang berminat untuk mementaskan kesenian tradisional ini jika dibandingkan dengan kesenian tradisional lainnya,” tambah Erik.
Lebih lanjut dijelaskan Erik, keunikan dari pementasan kesenian tradisional ebeg diantaranya adegan tarian orang yang menunggangi poperti kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu yang dirias layaknya kuda beneran.
“Adegan pertunjukan ebeg tersebut mengkalaborasikan antara bunyi musik gambelan tradisional dengan gerakan drama yang mengandung unsur magis sehingga para pemain akan kehilangan kesadaran seolah dikendalikan roh halus, adegan tersebut biasa disebut mendem,” jelasnya.
Nilai jual yang disajikan kepada penonton dari gelaran kesenian ebeg diantaranya saat para penari dalam kondisi mendem pemain melakukan adegan yang mengejutkan penonton seperti, memakan kaca, mengupas buah kelapa menggunakan gigi dan menirukan gaya gerakan binatang.
“Keunikan itulah yang hingga saat ini tetap terjaga dan dilestarikan pelaku ebeg sehingga minat masyarakat untuk menonton kesenian tradisional ini tetap bertahan,” pungkas Erik.
Sementara itu Sabar salah seorang pimpinan rombongan ebeg Muncul Jaya Grup asal Desa Babakan Kecamatan Pangandaran mengatakan, hingga kini kesenian ini dapat bertahan dan masih digandrungi masyarakat, karena inovasi yang terus dilakukan untuk menarik penonton.
Sabar menjelaskan, saat ini banyak variasi yang dilakukan pada jenis tarian dan atraksi tambahan.
“Seperti yang dilakukan pada grup kami, kita tambahkan tarian Singa Barong dan debus. Semua itu semata-mata untuk menarik penonton dan masyarakat agar tetap menyukai kesenian ini,”jelas Sabar. (Iwan Mulyadi/WP)