Takdir Balon Takpernah Berujung Indah
wartapriangan.com, OPINI. Balon, sebuah benda yang popularitasnya mendunia. Bagaimana tidak, kata “Balon” dikenali oleh berbagai bahasa. Mulai dari bahasa Sunda, Malayu, Jepang, Turki, Arab, Inggris, Francis, Swedia, Belanda, Jerman, dan masih banyak lagi. Takhanya mengenal dan menggunakannya, hampir semua bangsa di dunia bahkan menyebutnya dengan kata yang relatif sama: “Balon”.
Entah siapa yang pertama kali menamainya, tapi, meski ngetop seantero jagat, referensi sejarah tentang balon faktanya takmudah didapat. Takjelas siapa penemunya. Konon kabarnya, eksistensi balon di muka bumi ini sudah ada sejak suku Maya berjaya. Dan ini artinya, diperkirakan balon lahir pada abad 1500, sebelum masehi! Tua sekali benda yang satu ini.
Perlu kita akui, selain popularitasnya hebat, eksistensinya pun terjaga. Renta memang, tapi ia takpernah berhenti berkembang. Biar sejarahnya tua, semangatnya bisa sangat muda. Hidup balon terus melaju menemani setiap peradaban. Jika dulu suku Maya membuat balon berbahan dasar usus babi, sekarang material balon punya banyak sekali pilihan. Walhasil, harganya pun bermacam-macam. Mulai dari balon murahan, sampai balon mahalan. Balon zaman sekarang wajahnya juga sangat beragam. Umumnya dikenal berbentuk bundar. Tapi sekarang, balon bisa berwujud kotak, kerucut, atau apapun, sesuai keinginan atau pesanan.
Pihak-pihak yang berurusan dengan balon pun terus bertambah. Dari sebuah sumber diperoleh informasi, katanya suku Maya menggunakan balon untuk persembahan pada dewa. Peradaban selanjutnya kerap mengidentikkan balon dengan anak-anak atau pesta. Tapi semakin ke sini, balon semakin hadir di mana-mana, dari mulai acara seremonial formal sampai arena politik.
Namun, apapun bentuknya, setiap balon niscaya tidak banyak berguna jika tidak diisi udara. Balon bisa diisi dengan berbagai alternatif asupan. Mulai dari gas hidrogen yang harganya mahal, gas helium yang lebih murahan, kalsium karbyda (karbit) yang mudah ditemui di emper jalan, atau cukup ditiup saja oleh siapapun, yang penting balonnya melembung dan bisa difungsikan.
Kalau bicara kualitas, gas hidrogen tentu nomor satu. Tapi sayang mahal, dan jangan lupa, hidrogen itu mudah terbakar. Jadi kalau mau berkelas, balon sebaiknya diisi hidrogen, tapi harus ditangani secara profesional. Jika tidak, balon bisa musnah sebelum terbang karena terbakar tidak karuan.
Nah, kalau sekedar ingin melembung, cukup tiup saja oleh mulut orang-orang dekat di sekitar balon. Tentu saja jangan bermimpi bisa terbang tinggi. Paling seatap rumah, itupun harus dibantu pukulan tangan anak kecil dan hembusan angin yang cukup kencang.
Uniknya, takdir balon ujung-ujungnya kerap menyedihkan. Sebagian kembali mengempis karena kehabisan udara. Sebagian lagi terbang dan menghilang entah kemana. Dan itu terjadi dalam usia yang relatif singkat. Takpernah ada balon berumur panjang. Lebih parah lagi, balon kadang sengaja dimusnahkan oleh si peniup, yang justru tertawa dan bahagia saat melakukannya dengan sebatang jarum tajam.
Boleh jadi karena takdir tragis di atas, balon jarang sendirian, ia seringkali hadir bersama banyak teman, atau setidaknya berpasangan. Bukan mustahil, kehadiran teman dan pasangan tersebut setidaknya bisa meringankan takdirnya yang takpernah berujung indah. Meski pada hakekatnya, ia pasti berujung dalam kesendirian. Terlepas apakah ia sempat terbang, atau tergolek lemas di gerobak sampah!
[Rahman]