Optimalisasi Dana Desa dalam Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ekonomi Islam

136

wartapriangan.com, OPINI. Perilaku masyarakat yang semakin konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya, tentu akan banyak menimbulkan kesenjangan di masyarakat sekitar. Selain itu juga, pertumbuhan masyarakat Indonesia yang semakin meningkat dan kesenjangan pembangunan wilayah yang kurang merata. Menurut Kementerian Keuangan pada 2017, kesenjangan pembangunan antar wilayah terhadap konsentrasi aktivitas ekonomi selama 35 tahun lalu statistik menunjukkan, Sumatera 22% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), Kalimantan 7,7 %, Jawa 58,4%, Bali Nusa Tenggara 3,2%, Sulawesi 6,2%, dan Papua 2,5%. Bukan hanya itu, tingkat kemiskinan dan pengangguran yang semakin meningkat juga akan menjadi salah faktor penghambat suatu pembangunan berkelanjutan. Dimana, saat ini tercatat penduduk dunia 2045 akan mencapai 9,45 Miliar. Dan Indonesia akan menempati urutan ke-4 (sumber bappenas) ini menandakan bahwa pertumbuhan demografi manusia akan semakin meningkat. Di tambah posisi Indonesia saat ini, sebagai ASEAN “Leading”, MEA dalam hal produksi, pusat pasar, pariwisata dll. Sebagai Negara penyeimbang yang tergabung dalam APEC. Kemudian Indonesia juga sebagai model Negara demokrasi yang tergabung dalam OKI. Dan masih banyak lagi, hubungan Indonesia dengan Negara luar, tentu nya yang akan menimbulkan berbagai dampak positif dan negative. Namun, terlepas dari itu semua. Sebuah pembangunan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan sejahtera, tentunya menjadi output sebuah Negara. Diperlukan nya seluruh stakeholder untuk terjun langsung mengatasi itu semua. Bukan hanya pemerintah, namun kita semua sebagai masyarakat nya juga memilki peran dalam pembangunan berkelanjutan.

Berbagai kebijakan pemerintah pun di keluarkan, dalam rangka meminimalisir kesenjangan tersebut. Salah satu nya adalah sebuah pembangunan yang berawal dari desa. Sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa UU APBN tahun 2016, Dana desa adalah anggaran yang dikucurkan dari pemerintah untuk pembangunan desa. Dana ini bersumber dari APBN atau Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Dan Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp 2.095,7 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.325,6 triliun serta anggaran transfer kedaerah dan dana desa sebesar Rp 770,2 triliun yang sebelumnya tahun 2015 sebesar Rp 646,96 triliun. Di APBN tahun 2016 ini ada kenaikan sangat drastis untuk dana desa yaitu 47 triliun. Sungguh nominal yang sangat Fantastis.

Direktur Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kementerian Desa Dr. Ir. Conrad Hendrarto menyatakan, selama ini pembangunan Usaha Menengah Kerja Masyarakat (UMKM) hanya berfokus di Jawa dan Sumatera saja. Menurutnya, strategi pertama adalah mendasarkan pembangunan desa pada aspek partisipatif. Pembangunan partisipatif dilakukan sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan serta kegotongroyongan.

Strategi kedua, dengan membangun sinergitas antar aktor sebagai kunci pelaksanaan implementasi UU Desa. Perlu ada penguatan koordinasi dan keterlibatan aktif seluruh stakeholder, termasuk Non Government Organization (NGO)/LSM, dunia usaha, Universitas, dan media.

Strategi ketiga, menyangkut upaya pembangunan Ekonomi Lokal Mandiri Berbasis Produksi. Hal ini akan menunjang upaya penguatan ekonomi nasional dengan ketahanan pangan dan energi yang kuat. Kemudian strategi keempat menyangkut percepatan penyaluran dan penggunaan dana desa dalam menggerakkan sektor rill ekonomi desa.

katanya dalam acara Gebyar Ekonomi Syariah 11 “Indonesia Berdiksar” Seminar Nasional di Gedung Pusdiklat Depdiknas Kemendikbud, Depok, Ahad (23/4).

Dengan demikian Pengertian Dana Desa yang diterima Desa untuk Pembangunan adalah dana yang dikucurkan bagi desa dari pusat untuk pembangunan di desa supaya tercipta desa yang lebih baik, lebih maju, terutama dalam meningkatkan perekonomian masyarakat desa karena dana desa bertujuan memberikan sarana atau prasarana hingga masyarakat desa bisa terbantu dalam meningkatkan perekonomiannya. Semoga dari adanya dana desa kemiskinan di desa, keterbatasan ekonomi bisa sedikit tergerus dengan banyaknya sarana yang dibangun dari anggaran dana desa sehingga terciptalah desa yang penuh karya kreatifitas dan inovasi dari desa untuk semua warga masyarakat Indonesia.

Maka dari itu, pengoptimalisasian dana desa melalui program-program desa yang sesuai dengan undang-undang. Dengan adanya BUMDesa (Badan Usaha Milik Desa) dengan memanfaatkan industry kreatif yang dimiliki oleh masyarakat setempat, sehingga mendukung dalam kesejahteraan UMKM di pedesaan. Masyarakat desa justru cenderung dan aktif dalam pemberdayaan daerah nya, namun yang menjadi kendala adalah kekurangan dana atau modal juga skill untuk mengimplementasikannya.

Sebagian dari masyarakat desa banyak yang terjebak atau terjerat dengan rentenir. Sebagai contoh, penulis memaparkan sebuah desa yang sudah lama masyarakat nya terjerat dengan rentenir. Ternyata ada beberapa faktor yang menjerumuskan mereka, masuk dalam lingkaran tersebut. Salah satu nya adalah, kekurangan pemahaman atau pengetahuan mereka terkait muamalah yang sesuai dengan syariah. Sehingga mereka menganggap bahwa adanya bunga atau riba adalah hal yang lazim. Melihat kondisi tersebut, Dana desa yang di kucurkan pemerintah dapat membangun pemberdayaan desa namun juga bermanfaat untuk kemaslahatan ummat. Dalam BUMDesa, pemerintah bisa melakukan pendekatan dengan beberapa lembaga keuangan mikro syariah dalam rangka pembangunan berkelanjutan berbasis ekonomi islam. Salah satunya, dengan mendirikan lembaga BMT (Baitul Wa Tamwil) atau koperasi syariah. Sebagai alternative dari jeratan rentenir yang mencekik langsung masyarakat kecil.

Pengelolaan dana desa berbasis Ekonomi Islam ini, dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kemaslahatan didalamnya. Kemudian menjauhi masyarakat dari tindakan spekulatif, maisir, gharar, riba yang sudah jelas pengharamannya dalam Alqu’an. Agar transaksi atau muamalah yang terjadi di masyarakat sesuai dengan syariah. Desa pada setiap tahun nya, selalu menngalami peningkatan namun tidak pada lembaga keuangan syariah nya.

Oleh karena itu, ini menjadi PR bagi saya pribadi sebagai kaum muda dan kita semua yang akan melanjutkan perekonomian Indonesia, di haruskan memiliki akhlak yang baik yang berlandaskan Islam. Sebagai penggerak ekonomi syariah untuk memberikan edukasi terkait fiqih muamalah kepada masyarakat desa, baik ke majlis-majlis ta’lim atau pengajian. Karena pembahasan ekonomi syariah atau muamalah di pengajian atau pesantren, dianggap masih kurang.

Penulis bernama Reni Marlina, mahasiswi Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Depok.

Berita lainnya

Beri komentar

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.