Duh! Angka Pernikahan Dini di Garut Masih Cukup Tinggi
wartapriangan.com, BERITA GARUT. Angka perkawinan dini pada kaum perempuan di beberapa kota di Indonesia masih terbilang tinggi. Demikian dikatakan Ketua Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Garut, Risnawati Priyatno S.Pd. Untuk itu dia merasa prihatin dengan tingginya angka perkawinan dini pada kaum perempuan di beberapa kota di Indonesia, khususnya di Kabupaten Garut.
Keprihatinannya itu ditindaklanjuti dengan digelarnya Dialog Publik dan Pelatihan Kader Dasar Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Garut, dan Kelompok Kepentingan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa (PPM), di Gedung MUI Kabupaten Garut, Jumat (08/09).
Acara tersebut dihadiri oleh anggota DPR-RI Komisi IX, Hoerudin Amin S.Ag, M.H sebagai narasumber, Sekretaris KPI wilayah Jawa Barat, Darwini S.Pd, Kepala Perlindungan Anak Kabupaten Garut, Drs. Rahmat Wibawa.
Dikatakan Risna, kegiatan yang bertemakan “Mendorong Perempuan Muda dalam Upaya Pencegahan Pernikahan Anak di Kabupaten Garut” ini diantaranya, mendorong pemerintah agar merevisi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, hal itu dilakukan untuk meningkatkan usia minimum perkawinan perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun.
Menurutnya, di Kabupaten Garut perkawinan dini pada remaja usia 15-16 tahun masih tinggi. Padahal undang-undang perkawinan pasca revisi telah mengamanatkan usia perkawinan dilakukan minimal di atas 18 tahun. “Ada risiko yang akan timbul dari pernikahan dini, karena perempuan dengan usia sangat muda saat menikah belum cukup siap dari sisi kesehatan reproduksi, mental dan keterampilan untuk menjadi istri serta seorang ibu,” papar Risna.
Risna menambahkan, pernikahan di bawah umur juga sering merugikan kaum perempuan, karena perempuan cenderung tidak memiliki hak suara ketika ada masalah dalam rumah tangga sehingga rentan terjadi pertengkaran.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Wilayah KPI Jawa Barat, Darwini S.Pd mengatakan, yang paling rentan adalah risiko kematian saat melahirkan. Selain itu, pernikahan dini rentan dengan kekerasan dalam rumah tangga. “Karena pasangan menikah belum memiliki mental yang matang untuk menyelesaikan masalah,” ungkap Darwini.
Lebih jauh Darwini mengatakan, zaman modern seperti sekarang ini, penggunaan gadget tidak saja menjadi dominasi orang dewasa. smartphone, tablet ataupun aneka gadget juga sudah jamak digunakan anak-anak.
“Teknologi memang seperti pisau bermata dua. Di satu sisi membawa manfaat, tapi di sisi lain bisa mendatangkan mudharat. Untuk itu, tugas kita sebagai orang tua mengawal anak anaknya sejak dini, agar menjadikan teknologi itu sebagai sahabat yang ramah dan baik,” katanya. (Yayat Ruhiyat/WP)