Kenapa Herdiat Belum Kantongi Rekomendasi Partai?

73

wartapriangan.com, OPINI. Meski benderanya sudah berkibar cukup lama, namun faktanya sampai hari ini Herdiat belum mengantongi satupun rekomendasi dari partai politik. Sejak pertengahan tahun 2016, euforianya begitu kuat, bahkan sempat muncul isu Iing akan kehabisan perahu karena diborong Herdiat.

Pernah beredar kabar Oih Buhanudin bakal menjadi pendamping Herdiat, tentunya dalam perahu PDIP, namun rekomendasi dari PDIP pusat beberapa hari lalu menegaskan Oih masih mendampingi Iing. Lalu Golkar, yang digadang-gadang bakal jadi perahu andalan lantaran dukungan voting para pengurus PK yang fenomenal, ujung-ujungnya juga batal.

Padahal kalau dibandingkan dengan Pilkada 2013, rasanya tak ada bakal calon yang sosialisasinya se-masif Herdiat. Popularitas Herdiat melesat hanya dalam rentang satu tahun. Begitupun dengan tren elektabilitas yang terus meningkat. Gambar Herdiat sudah sejak lama masuk ke pelosok kampung dan dusun.

Benar, memang masih ada waktu hingga pendaftaran pasangan calon Desember nanti. Tapi untuk euforia semeriah Herdiat, dua bulan sebelum pendaftaran masih belum kantongi rekomendasi, menjadi menarik untuk materi diskusi.

Setidaknya barangkali ada tiga faktor yang sangat mungkin jadi penyebab kenapa Herdiat sampai hari ini belum mendapat dukungan resmi dari partai politik. Yang pertama, elektabilitas Herdiat masih dianggap belum cukup kuat untuk menumbangkan pasangan petahana. Tak kurang dari 5 lembaga survei berkelas nasional, sampai bulan September 2017 masih menunjukkan Iing dan Oih pasangan terkuat. Betul, tren Herdiat naik. Tapi masih di bawah Iing-Oih, dan tak ada jaminan akan terus naik hingga hari pemilihan nanti. Terlebih jika hasil beberapa lembaga survei tersebut dikorelasikan dengan data-data Pilkada 2013, yang bisa berujung pada kesimpulan kekuatan Iing stabil, bahkan cenderung menguat. Ingat, pasangan Sajiwa Iing-Jeje ketika itu hanya meraup hampir 60% suara. Sekarang, meski tanpa Jeje, suara Iing masih berkisar di atas 50%. Belum lagi kontribusi dari parpol di luar Sajiwa, misalnya seperti Hanura, dan bergabungnya sosok Akasah yang pada Pilkada 2013 mampu menggondol 19% suara.

Faktor kedua, boleh jadi merupakan dampak dari faktor pertama. Karena elektabilitasnya belum cukup aman, partai politik jadi banyak berhitung resiko. Teori dasarnya, dimana-mana partai politik itu maunya menang. Berada di pihak yang kalah itu pantangan. Sejarah koalisi oposisi di negeri ini belum pernah mempertontonkan ketangguhannya. Sejarah oposisi itu biasanya lelah, pecah lalu pindah, merapat ke sumbu kekuasaan. Ini bukti kuat, betapa partai politik itu tidak pernah mau berada di posisi kalah. Kalaupun harus kalah, maka ada banyak prasarat yang dibuat sebagai alternatif dari sebuah kekalahan. Herdiat belum mengantongi rekomendasi, bukan mustahil karena ada prasarat dari parpol yang memang harus dipersiapkan Herdiat, karena elektabilitas Herdiat dianggap belum cukup meyakinkan.

Khususnya di Ciamis, andaipun komitmen Pilkada 2018 hendak dipaketkan dengan momentum Pileg 2019, masih tetap lebih menguntungkan Iing-Oih, karena periode pertama mereka habis pada 2019, persis setelah pemilu legislatif digelar. Artinya, apapun hasil Pilkada Ciamis 2018 nanti, Iing-Oih masih menjadi sumbu kekuasaan pada tahun 2019. Andai saja Iing-Oih kalah di Pilkada 2018, pasangan ini masih “berkuasa” dan memiliki waktu sekitar sembilan bulan untuk merancang strategi dan cara agar bisa mendominasi Pemilu Legislatif 2019. Bagi masyarakat umum, hitung-hitungan seperti ini tidak bermakna apapun. Tapi bagi partai politik, terlebih bagi para caleg, ini menjadi faktor yang patut diperhitungkan matang.

Faktor ketiga, kenapa Herdiat masih belum memiliki rekomendasi partai politik, tentunya bukan mustahil juga karena faktor pengalaman. Herdiat orang hebat, salah satu putra terbaik yang dimiliki Ciamis saat ini, rasanya tak ada yang memungkiri itu. Tapi di kancah politik, Herdiat baru kali ini naik panggung. Sementara untuk Iing, bagaimanapun adanya, ini ketiga kalinya ia berjibaku di panggung politik. Menjadi supporter atau tamu undangan itu berbeda sekali dengan menjadi pemain.

Wallohua’lam Bishawab

 

Iwan Mulyawan, S.Sos. 

Peminat masalah sosial politik

Berita lainnya

Beri komentar

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses