Lema Pilkada, Insan Muda dan Social Media
wartapriangan.com, INSPIRATIF. Lema pilkada semakin merebak. Awalnya hanya mendesis di ruang-ruang mewah yang elitis, kini mulai mengembik di sudut-sudut ruang publik, bahkan sesekali mulai mengaum di muka umum. Tahun lalu masih menjadi tema tatap muka, hari ini sudah berwujud liar di dunia maya. Semakin mendekati tahun 2018, lema pilkada semakin menjadi trending topic di dua dunia; nyata dan maya.
Di dunia nyata, dunia yang renta, dunia yang usianya lebih tua dari peradaban manusia, domain pilkada masih berada dalam cengkeraman orang tua. Tengok saja, selama ini muda-mudi tak pernah diberi ruang yang cukup luas di arena politik. Mereka hanya bermain di sudut-sudut sempit, itupun terkadang dengan tangan dan kaki yang sesekali dijepit.
Lalu bagaimana di dunia maya? Nah, di sini tampaknya belum ada yang mencengkram. Cakar berusia tua terlalu usang untuk berjingkrak di dunia maya. Sementara cakar-cakar yang masih kekar, kerap masih terpaku dengan keriangan eksistensi pribadinya. Padahal di dunia maya, cakar ini tak hanya lebih kekar, tapi juga lebih banyak dan lebih gesit. Sayang sekali, dibanding jumlah mereka, insan muda yang menggelindingkan lema pilkada di dunia maya masih sangat-sangat sedikit.
Kalau membabar ulang rentang sejarah, maka akan terlihat peran pemuda dalam setiap tikungannya. Dari mulai rahim para pemuda STOVIA yang kemudian melahirkan Boedi Oetomo pada 1908, Sumpah Pemuda pada 1928, embrio ormas-ormas Islam berukuran raksasa seperti NU dan Muhammadiyah pada kisaran tahun 1930-an, Proklamasi Kemerdekaan 1945, gerakan masif KAMMI dan KAPPI, hingga mencerabut rezim orde baru yang sudah mengakar selama 32 tahun, semuanya mempertontonkan kekuatan insan muda. Dan, semuanya momentum strategis itu beraroma politis.
Arkian, di era yang riuh oleh media sosial ini, akankah insan muda kembali eksis mengisi kelokan waktu? Harusnya ya, setidaknya karena dua alasan. Pertama, fakta sejarah yang konon selalu berulang. Dan alasan kedua, karena penguasa di jagat maya itu tak ada yang lain selain mereka, insan muda.
Permasalahannya satu, akankah insan muda ini lekas beralih dari keriangan pribadi ke ruang-ruang politik yang strategis? Atau malah kerasan dan tenggelam dalam labirin-labirin media sosial yang justru mengikis rasa sosial itu sendiri? Insan muda itu banyak dan kuat di dunia maya, meski hanya sedikit sekali yang menyadarinya. Semoga yang sedikit ini, menjadi api kecil yang tidak pernah menyerah pada terpaan, tak harus padam, dan seharusnya membesar!
[Abu Ayyub]