Yuk, Kenali Keberadaan dan Fungsi Shelter Tsunami di Pangandaran
wartapriangan.com, BERITA PANGANDARAN. Dari 27 Kabupaten yang berada ditepi pantai, Pangandaran adalah salahsatu Kabupaten yang memiliki shalter atau Tempat Evakuasi Sementara (TES) Tsunami. Lokasinya berada di kawasan pasar wisata Pangandaran. Sesuai fungsinya bangunan megah tersebut dipersiapkan untuk menampung masyarakat disekitar pantai bila sewaktu waktu terjadi bencana tsunami.
Bangunan Shelter tsunami Pangandaran ini berukuran sekitar 60 x 50 meter, empat lantai dengan total anggaran sekitar Rp 29 milyar yang bersumber dari Kementerian PUPR dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun anggaran 2015-2016. Gedung ini dimungkinkan bisa menampung 6 ribu pengungsi.
Kepala Dinas DPKPB kabupaten Pangandaran, DR. Drs H. Nana Ruhena, MM mengatakan, tak semua daerah di pinggir pantai memiliki bangunan seperti ini.
“Alhamdulillah, berkat perjuangan yang tak kenal lelah DPKPB Kabupaten Pangandaran bisa mendapatkan bantuan tersebut,“kata Nana.
Awalnya dalam pengajuan ada lima shalter yang akan ditempatkan di lima lokasi, di Pangandaran, Babakan, Bojong salawe, Batukaras dan Madasari, yang seluruhnya lokasi tersebut berada di pinggir pantai. Namun, menurut Nana, baru bisa terealisasi satu shalter tsunami di Pangandaran.
“Mungkin tahun 2018 ini, Pangandaran bisa menerima lagi karena anggaran pembangunan shalter tahun 2017, hanya ada tujuh yang diperuntukan di kabupaten lain. Seluruh Indonesia ada 270 kabupaten yang berada dilepas pantai, jadi harus bergantian dalam penerimaan bantuan tersebut,”ungkapnya.
Belum Dikenal Masyarakat?
Berkaca pada bencana Gempa Bumi dengan kekuatan 6,9 SR yang terjadi pada Jumat (15/12/2017) lalu, telah mengguncang pulau Jawa, dan mengaktifkan Tsunami Early Warning System (TEWS) di pantai Pangandaran, dan membuat warga melakukan evakuasi menuju tempat yang dianggap lebih tinggi dan aman.
Danpos AL Pangandaran Dayat Sudrajat, pada evakuasi saat itu, warga dan wisatawan terlihat panik, dan berbondong-bondong menghindar dari bibir pantai. Sepintas hal itu memang wajar terjadi, sebagai langkah mitigasi tsunami sesuai standar evakuasi penyelamatan.
Menurutnya, langkah mitigasi tsunami yang sudah siapkan pemerintah dikawasan pantai Pangandaran, dengan keberadaan shelter atau Tempat Evakuasi Sementara (TES) di pasar wisata Pangandaran, ternyata belum sesuai dengan harapan.
“Bangunan TES dengan tinggi 12 meter tersebut ternyata sepi dari para warga dan wisatawan yang melakukan evakuasi menuju ke tempat yang lebih tinggi, agar terhindar dari sapuan ombak tsunami,”ujar Dayat.
Masyarakat, tambah Dayat, tidak memanfaatkan bangunan TES untuk evakuasi sebagai tempat yang lebih tinggi. Warga dan wisatawan malah berbondong-bondong ke mesjid agung, dan seolah lupa adanya TES.
“Saat itu, hanya ada 4 keluarga yang melakukan evakuasi ke tempat tersebut, padahal tempat itu mampu menampung ribuan orang,”tuturnya.
Untuk itu, kata Dayat, Pemkab Pangandaran dan seluruh elemen terkait, diharapkan mampu mensosialisasikan fungsi dan manfaat bangunan TES, serta memasang rambu evakuasi darurat yang diarahkan ke Bangunan TES.
Pemanfaatan bangunan TES juga akan menghindari dari berjubel dan berdesakan, pada saat proses evakuasi seperti yang terjadi pada bencana gempa kemarin.
“Saat itu warga malah berjubel di Bundaran, yang belum tentu aman sebagai langkah mitigasi tsunami,”tuturnya.
Kurangnya sosialisasi langkah mitigasi tsunami kepada bangunan TES, juga diakui oleh Sutan Abdul Rosyid, Relawan Potsar, Kabupaten Pangandaran. Menurutnya, keberadaan dan fungsi bangunan TES, memang belum secara menyeluruh diketahui oleh hotel dan warga.
“Memang ada juga yang tahu fungsinya, tapi takut dengan kekuatan gempa susulan yang dapat merobohkan bangunan TES tersebut. Karena warga tidak tahu, apakah bangunan itu tahan gempa atau tidak,” tuturnya.
Sosialisasi bangunan TES untuk wisatawan, Sutan berharap adanya brosur atau peta evakuasi yang mengarah ke TES. “Sesuai SOP BNPB masyarakat harus menjauh laut dan sungai dan bergegas ke tempat tinggi dan aman, apalagi banyak yang rusak, terutama yang dekat Purbahayu,” tambahnya.
Sutan meminta dengan segera pihak DPKPB Kabupaten Pangandaran dan pihak terkait, untuk lebih gencar mensosialisasikan, serta melatih masyarakat agar respon terhadap bahaya bencana, terutama respon terhadap peringatan dini tsunami, khususnya dalam proses evakuasi.
Sementara Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DKPB), Nana Ruhena, menyampaikan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami.
“Warga masih trauma dengan kejadian tsunami pada tahun 2006 lalu, jadi mereka lebih memilih pergi jauh meninggalkan bibir pantai, ketimbang mengevakuasi ke bangunan TES,” ucapnya.
Pihaknya, lanjut Nana, akan terus melakukan sosialisasi ulang kepada masyarakat mengenai fungsi Bangunan TES, serta terkait gempa bumi dan karakteristiknya. “Tentunya langkah mitigasi tsunami dan gempa memerlukan keterlibatan seluruh stakeholder,”pungkasnya. (Iwan Mulyadi/WP)