Harapan Menuju Desa Unggul dan Mandiri

251

Data Hasil Podes 2018 di Jawa Barat

Berdasarkan data hasil Podes 2018, di Provinsi Jawa Barat terdapat sebanyak  5.957 wilayah administrasi setingkat Desa/Kelurahan. Wilayah adminsitrasi ini terdiri dari  5.312 berstatus Desa dan sebanyak 645 berstatus Kelurahan, semuanya tersebar di  627 Kecamatan dan 27 Kabupaten/Kota. Data ini menunjukkan bahwa sebanyak 89,17 persen wilayah Jawa Barat adalah berstatus Desa, hanya sebanyak 10,83 persen berstatus Kota. Inilah yang menjadikan Desa semakin penting dari berbagai berbagai sudut pandang.

Salah satu indikator kemajuan dan tingkat perkembangan Desa diukur oleh  Indeks Perkembangan Desa (IPD). IPD adalah indeks komposit yang menggambarkan tingkat kemajuan atau perkembangan Desa. Ukurannya menggunakan skala 0 – 100. IPD menunjukkan tingkat perkembangan Desa dengan status tertinggal (kurang dari sama dengan 50), berkembang (lebih dari 50 namun kurang dari sama dengan 75),  dan mandiri (lebih dari 75).

IPD hanya dihitung pada wilayah administrasi setingkat Desa yang berstatus Pemerintahan Desa. Hasil penghitungan IPD ini akan menunjukkan tingkat perkembangan Desa dengan kategori tertinggal, berkembang dan mandiri. Semakin tinggi IPD menggambarkan Desa tersebut semakin mandiri. Hasil penghitungan IPD di Jawa Barat menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 1.194 Desa mandiri (22,48%), 4.095 Desa berkembang (77,09%), dan 23 Desa tertinggal (0,43%).  Desa tertinggal di Jawa Barat berkurang sebesar 74 Desa bila dibandingkan tahun 2014. Sementara itu, Desa Mandiri bertambah sebesar 596 Desa.

Meskipun telah terjadi perkembangan menuju Desa mandiri, akan tetapi banyak hal yang masih perlu dibenahi dalam pelaksanaan pembangunan Desa. Pembangunan masyarakat Desa pada hakekatnya bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tercapainya tingkat kesejahteraan yang memadai di Desa perlu ditopang penyediaan lapangan usaha yang terkonsentrasi disetiap wilayah Desa.

Beberapa permasalahan yang masih dihadapi dalam upaya peningkatan  kesejahteraan masyarakat perdesaan diantaranya adalah :

(1) Masih kurang berkembangnya kehidupan masyarakat perdesaan karena terbatasnya akses masyarakat perdesaan. Terutama kaum perempuan, sumber daya produktif seperti lahan, permodalan, infrastruktur, dan teknologi serta akses terhadap pelayanan publik dan pasar;

(2) Masih terbatasnya pelayanan prasarana dan sarana permukiman perdesaan, seperti air minum, sanitasi, persampahan, dan prasarana lingkungan lain;

(3) Masih terbatasnya kapasitas kelembagaan Pemerintahan di tingkat lokal dan kelembagaan sosial ekonomi untuk mendukung peningkatan sumber daya pembangunan perdesaan; dan

(4) Masih kurangnya keterkaitan antara kegiatan ekonomi perkotaan dan perdesaan yang mengakibatkan makin meningkatnya kesenjangan ekonomi dan kesenjangan pelayanan infrastruktur antar wilayah.

Salah satu upaya Pemerintah Pusat dalam mengatasi masalah tersebut diantaranya adalah rencana kenaikan anggaran Pemerintah Desa. Pada tahun 2019, Pemerintah  berencana  menaikan anggaran Pemdes menjadi sebesar Rp. 70 Triliyun atau naik sekitar Rp. 10 Triliyun dibandingkan  tahun 2018. Kondisi ini  diharapkan bisa digunakan untuk pemanfaatan peningkatan sarana dan prasana Desa. Disamping itu bisa tepat sasaran seperti untuk pembangunan infrastruktur maupun penunjang pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, semoga pembangunan wilayah Desa akan semakin gencar guna mempercepat pertumbuhan ekonomi.  Pada akhirnya cita – cita menjadikan semua Desa yang unggul dan mandiri bisa segera terwujud.

Dindin Maeludin, SE, tenaga fungsional Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis

Dindin Maeludin, SE

(Penulis adalah tenaga fungsional di BPS Kabupaten Ciamis, Jawa Barat)

Berita lainnya

Beri komentar

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses