Tokoh Ulama di Garut Tolak Kegiatan “Sesat” Ini
wartapriangan.com, BERITA GARUT. Sejumlah warga Garut termasuk didalamnya ustadz di pesantren menolak rencana sebuah event organizer yang akan melaksanakan kegiatan Garut Color Run (GCR). Menurut mereka, apa yang akan dilaksanakan merepresentasikan sebuah ajaran agama diluar nilai ke Isalaman yang menjadi jati diri kabupaten Garut sebagai kota santri.
Ustadz Faisal Ramdhan Saefulloh (24) salah seorang pengajar di Pondok Pesantren Nurul Ihsan, Kecamatan Banyuresmi, mengatakan kegiatan GCR bertentangan dengan aqidah Islam. Meski dalam nama yang berbeda, apa yang dilakukan sama dengan salah satu kegiatan keagamaan diluar Islam dalam proses pemujaan salah satu dewa yang dipujanya.
“Saya membaca di salah satu akun instagram milik salah satu EO (event organizer) kegiatan ini akan dilangsungkan pada 31 Desember 2015. Tempatnya pun akan dilangsungkan di halaman salah satu mesjid yang menjadi ikon Garut, meski itu merupakan alun-alun Garut, ini sangat menjadi penghinaan karena memuja dewa di halaman mesjid agung Garut,” ujarnya, Kamis (17/12).
Ia sangat berharap agar kegiatan tersebut tidak jadi dilaksanakan karena akan merusak tatanan kesantrian kabupaten Garut yang selama ini menjadi identitas. Menurutnya, lebih baik menjelang datangnya tahun baru disambut dengan muhasabah dan kegiatan positif lainnya. Hal itu bisa membantu orang banyak, bukan menghambur-hamburkan uang hanya untuk mewarnai tubuh dengan tradisi agama non Islam.
“Sebelumnya kegiatan tersebut sempat dilaksanakan di kawasan pantai di Garut Selatan, dan itu sungguh sangat saya sesalkan. Kenapa harus membanggakan tradisi agama lain selain Islam, padahal dalam proses pelaksanaannya banyak sekali remaja muslim dan berkerudung hanya demi keseruaan sesaat seakan menggadaikan aqidahnya,” katanya.
Warga lainnya, M Surya (27) warga Kecamatan Karangpawitan, mengaku sangat sedih mendengar adanya kegiatan GCR yang akan dilaksanakan di Garut. Kegiatan hura-hura dan banyak dihiasi kemubadziran dikhawatirkan menjadi sebuah trend kalangan anak muda Garut.
“Kegiatan ini saya yakini akan sangat meresahkan banyak kalangan, tidak hanya orang tua namun juga para pemuka agama yang ada di Garut khususnya beragama Islam. Bagaimana tidak, trend menyembah dewa, buang-buang uang demi mewarnai tubuhnya sambil lari-lari malah dilaksanakan di Garut, ini sungguh sangat ironi sekali,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua MUI Kabupaten Garut KH Agus Soleh, mengatakan sudah sewajarnya sebagai masyarakat harus menghargai adat budaya. Namun adat dan budaya tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai ke Islaman.
“Islam itu tidak alergi dengan budaya, tapi tentu budaya budaya yang tidak bertentangan dengan nilai nilai islam. Kalau seperti itu (Garut Color Run) kan budaya Hindu, budaya India kan. Kalau kita merasa sebagai indonesia ya artinya punya jati diri indonesia,” katanya.
Menurutnya, tidak jarang para peserta tidak tahu asal mula dilaksanakannya color run dan cuma ikut-ikutan. Hal tersebut keluar dari identitas kemusliman, padahal seharusnya memiliki identitas secara negara dan agama.
“Apalagi kalau itu sudah diyakini sebagai ritual agama, ya bisa di kategorikan menyerupai agama orang lain. Ini sangat disayangkan kalau yang melakukannya ketika ditanyakan agamanya, agama islam,” ungkapnya.
Dia berharap agar acara GCR dihentikan dan tidak diijinkan oleh kepolisian karena itu bukan budaya dari Islam. Jikalah akan melaksanakan dan pihak kepolisian mengizinkan, hal tersebut tidak bertentangan dengan agama Islam. (Jalaludin/WP)
Seharusnya penyelenggara mensurvei terlebih dahulu keterbukaan warga disana untuk event-event semacam ini, terutama tokoh-tokoh masyarakatnya. Sehingga bisa disesuaikan dengan kearifan-lokal, budaya dan tata krama-agama disana. Kami yakin jika semuanya dimulai dengan komunikasi akan berjalan dengan baik. ^.^