Presiden Jokowi: Garut Salah Satu Daerah dengan Pengelolaan Keuangan Terburuk!
wartapriangan.com, BERITA GARUT. Presiden Joko Widodo sempat menilai Pemkab Garut termasuk dari salah satu Pemerintan Daerah yang terburuk dalam pengelolaan keuangan daerah. Sehingga uang APBD senilai Rp 200 Triliun mengendap di Bank Daerah.
Tersendatnya anggaran tersebut sangat berdampak terhadap perputaran uang di masyarakat, bahkan daya beli masyarakat pun menurun drastis. Sorotan serupa terlontar dari Menkeu, bahwa penyerapan anggaran di Kabupaten Garut sangat buruk. Sehingga berdampak negatif, khususnya pada para pengusaha jasa konstruksi.
APBD Kabupaten Garut, dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Salah satu sumber APBD tersebut bersumber dari pendapatan pajak. Pada tahun 2004-2009 masa kepemimpinan Agus Supriadi, APBD Kabupaten Garut hanya Rp 1,7 Triliun. Sedangkan masa kepemimpinan Aceng HM Fikri, 2009-2014, APBD Kabupaten Garut meningkat menjadi Rp 2,7 Triliun.
Kenaikan pada masa kepemimpinan Aceng HM Fikri didapat dari sektor pendapatan tambahan CSR dari perusahaan Chevron Geothermal yang kini berubah nama menjadi Star Energi. Kini pada masa kepemimpinan Rudy Gunawan, APBD meningkat menjadi Rp 4,4 Triliun.
Namun justru sorotan dari Presiden dan menkeu terjadi pada saat kepemimpinan Ruddy Gunawan, disaat APBD Garut meningkat mencapai Rp. 4,4 Triliun. Akibat buruknya penyerapan anggaran, Kementrian Keuangan RI pada tahun 2016 lalu, sempat menunda anggaran DAU untuk Kabupaten Garut. Akibatnya, Bupati Garut Rudy Gunawan, sempat mengatakan Pemkab Garut sama sekali tidak memiliki uang. Padahal, banyak kalangan termasuk LSM sudah mendeteksi adanya pengendapan anggaran di Bank-Bank Daerah alias didepositokan.
Namun ternyata orang nomor satu di Garut ini tanpa sadar mengatakan, bahwa uang APBD masih banyak yang tersimpan di beberapa bank alias didepositokan. Sehingga masyarakatpun tahu kalau uang APBD ternyata benar selama itu didepositokan. Yang menjadi pertanyaan masyarakat, bunganya dikemanakan?
Bupati Garut Ruddy Gunawan mengakui, bahwa hingga bulan Juli 2017, serapan anggaran Kabupaten Garut baru mencapai 57%. “Tapi masih ada anggaran yang didepositokan di Bank, hasil bunganya dijadikan pajak pendapatan lain-lain,” ujar Bupati Garut, Rudy Gunawan, baru-baru ini.
Selain itu Rudy Gunawan juga mengakui, proses realisasi penerapan anggaran dengan pembangunan insfratruktur, memiliki teori aturan dengan menunjuk pihak ketiga. Kontraktor diberi keleluasaan untuk kredit kontruksi ke bank dengan anggunan SPK (Surat Perintah Kerja) dibandingkan harus mencairkan modal sebesar 30% dari nilai kontrak.
Perhitungan Presiden RI benar, buruknya serapan anggaran di Kabupaten/Kota dengan mengendapkan uang APBD oleh para Kepala Daerah, yakni dengan modus mendepositokan di bank daerah. Dibandingkan Pemkab harus merealisasikan kemudahan pembangunan yang bersumber dari APBD.
Hal ini juga dikeluhkan oleh pihak ketiga atau kontraktor, dalam menjalankan pembangunan insfratruktur, seperti yang diungkapkan Budi Rahadian, Kepala Bidang Biro Hukum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Garut. Menurutnya, untuk proses realisasi anggaran APBD di Kabupaten Garut terbilang unik dan rumit. Bagaimana aturan yang tertera diaturan perundang-undangan hingga peraturan Presiden RI. Yang mana para kontraktor wajib memiliki deposit 10 hingga 30% di bank yang ditunjuk Pemkab Garut.
Lebih jauh Budi Rahadian mengatakan, sebagai syarat untuk mengikuti lelang proyek pembangunan, pihak ketiga harus menyimpan dana sebesar 10% sampai dengan 30% sebagai jaminan pekerjaan. Lantaran adanya aturan tersebut, banyak kontraktor lebih memilih keredit ke bank dengan menjaminkan SPK daripada harus melakukan proses pencaiaran modal dari dinas terkait yang memberikan pekerjaan.
Proses seperti itu sangat berdampak buruk bagi nasib para pengusaha Jasa Kontruksi. Mereka harus menelan kerugian yang cukup besar dengan bunga yang harus dibayarnya. “Sehingga akan berpengaruh terhadap pembangunan itu sendiri,” jelas Budi.
Yuda Puja Turnawan, Anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Garut menyatakan, pernyataan Bupati Garut terkait serapan anggaran yang baru mencapai 57% hingga bulan Juli, dianggap bertolak belakang dan tidak ideal. Soalnya, serapan anggaran dengan angka 57%, sangat wajar lantaran, objek persentase belanja pegawai atau belanja langsung lebih besar dari pembangunan insfratruktur. “Jika hitungan belanja tidak langsung dengan angka 57% serapan anggaran, itu masih ideal,” katanya.
Yuda juga mengakui, proses perencanaan penganggaran yang dilakukan legislatif masih dianggap lemah. Karena, seharusnya awal tahun itu sudah mulai realisasi anggaran. Tapi sebaliknya, Justru di Kabupaten Garut kerap terjadi kemoloran dalam penerapan anggarannya. (Yayat Ruhiyat/WP)