Curhat Warga Diminta Rp 800 Ribu untuk Bikin KTP

167

wartapriangan.com, BERITA BANDUNG. Heri Purnomo (33), seorang tuna netra asal Kota Bandar Lampung mendapat perlakuan tidak menyenangkan saat ingin mengurus dokumentasi kepindahannya agar bisa menjadi warga Kota Bandung.

Kejadian bermula saat Heri yang tinggal di RT 6 RW 3, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, habis kontrak kerja pada tanggal 9 Januari lalu di Klinik Shiatsu Wyata Guna, Kota Bandung. Semenjak itu ia tidak lagi memiliki penghasilan tetap untuk kehidupan sehari-hari dan kuliah.

Beruntung, di tempatnya kuliah di Universitas Islam Bandung (Unisba) ia mengenal seorang Dekan yang juga langganan di Wyata Guna. Dekan itu kemudian mengajukan pada Wakil Rektor agar dibuatkan klinik shiatsu untuk dikelola Heri.

“Pihak kampus sudah menyanggupi untuk menyediakan tempat dan alat-alat. Nanti saya dan teman-teman di Wyata Guna yang bekerja. Hanya saja untuk perizinan satu-satunya kendala adalah e-KTP sebagai warga Bandung,” ujar Heri saat bercerita di Kampus Unisba, Selasa (6/2/2018).

Untuk memuluskan hal itu Heri memutuskan untuk pindah menjadi warga Kota Bandung dengan mengurus dokumen pada Ketua RT setempat yang bernama Suryaman. Saat pengajuan tersebut Heri langsung diminta uang Rp 800 ribu.

Heri Purnomo (33)

“Kalau enggak ada Rp 800 ribu, tidak apa-apa setengahnya dulu katanya,” tutur Heri menirukan perkataan Suryaman saat itu.

Heri yang tidak mau memberikan uang tersebut terus berupaya menempuh jalur formal melalui Suryaman. Selang beberapa hari rupanya Heri tidak dilayani dengan alasan Suryaman sibuk.

Bahkan pada satu waktu Heri yang mencoba datang kembali pada Suryaman malah dibuat kecewa lantaran dokumen yang telah diserahkan tiba-tiba dikembalikan. Bahkan surat permohonan dari kelurahan yang harus diisi oleh Suryaman sama sekali tidak diisi.

“Kebetulan dia (Suryaman) itu salah satu pegawai Kemensos di Wyata Guna juga. Saya lapor ke atasannya. Lalu dia dipanggil, tapi tetap keukeuh tidak mau mengurus dengan alasan alamat yang saya gunakan yaitu Wyata Guna adalah lembaga. Padahal banyak teman saya yang bayar ke dia Rp 800 ribu diurus dengan alamat yang sama,” katanya.

Beruntung atasan Suryaman yakni Ernawati mau membantunya untuk mengurus kepindahannya. Sebab Erna menilai alasan Heri pindah adalah untuk bekerja dan mengajak teman-teman tuna netra lainnya bekerja di klinik yang akan mulai dirintis di Unisba.

“Alhamdullilah masih ada beliau yang amanah dan tidak bermental korup,” ucapnya.

Hingga saat ini Heri masih menunggu proses formal yang dibantu oleh Ernawati. Ia berharap dokumen kepindahannya segera selesai sehingga perizinan klinik bisa cepat keluar.

“Saya berharap proses kepindahan ini bisa berjalan lancar tanpa melalui proses-proses seperti itu (korup). Karena jika nantinya klinik itu bisa berjalan setidaknya akan ada 14 orang yang bekerja dan itu mengurangi jumlah pengangguran,” ujar pria yang masih Kuliah Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agaman Islam Semester 2 itu.

Sementara itu Camat Cicendo Fajar Kurniawan berjanji akan menindak lanjuti informasi tersebut. Sebab tidak boleh ada tindakan oknum aparat kewilayahan yang mempersulit dan mengarah pada pungutan liar.

“Itu gaya lama. Tidak boleh ada yang seperti itu. Kita harus memberikan pelayanan terbaik. Nanti akan segera ditindak,” tegas Fajar saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.

Sumber: detik.com

Berita lainnya

Beri komentar

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.