wartapriangan.com, BERITA GARUT. Bagi kalangan kalangan tertentu memelihara atau memiliki satwa langka merupakan suatu kebanggaaan dan kepuasan tersendiri. Padahal di sisi lain ada suatu ancaman besar yang tengah dihadapi para pemelihara satwa langka yaitu berupa hukuman berat baik berupa kurungan maupun denda.
Bukan sebuah rahasia lagi bila di Indonesia termasuk di Garut masih banyak warga yang senang mengoleksi atau memelihara satwa langka, salah satunya Elang Jawa (spizaetus bartelsi). Padahal satwa yang dianggap identik dengan lambang Negara Republik Indonesia, yaitu Garuda ini, sejak 1992 telah ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia yang harus dilindungi dan dilestarikan.
“Sesuai namanya, Elang Jawa merupakan salah satu satwa endemik di Pulau Jawa. Saat ini spesies tersebut termasuk yang menghadapi risiko kepunahan akibat populasinya terus berkurang,” ujar Manajer Operasional Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK), Zaini Rahman pada acara “Deklarasi Pelestarian Elang Jawa” di arena car free day (CFD) Jalan Ahmad Yani Garut Kota, Minggu (20/12).
Ancaman kepunahan Elang Jawa itu, menurut Zaini dikarenakan berbagai faktor. Selain karena kondisi habitat yang telah banyak berubah peruntukkannya, juga disebabkan masih maraknya perburuan dilakukan terhadap satwa ini.
Zaini menilai, melihat semakin menipisnya populasi Elang Jawa, perlu kesadaran dari masyarakat Indonesia umumnya dan Garut khususnya untuk tidak memburu Elang Jawa dan tetap menjaga fragmen tata guna hutan sebagai tempat hidup Elang Jawa.
“Elang Jawa merupakan spesies burung yang hanya ada di Pulau Jawa, jika spesies ini sampai benar-benar punah maka bisa saja Pulau Jawa tidak lagi memiliki spesies Elang yang menjadi icon dari Pulau Jawa,” lanjutnya.
Zaini menambahkan, Elang Jawa disebut sebagai penyeimbang ekosistem, karena Elang Jawa merupakan mata ratai makanan yang tertinggi sehingga dapat dijadikan indikator bagi kelestarian lingkungan.
“Maksudnya jika Elang Jawa berkurang atau punah maka lingkungan telah mengalami kerusakan dan mengakibatkan kehidupan masyarakat di sekitar terancam karena daya dukung sistem penyangga kehidupan yang menurun. Oleh karena itu, keberadaan Elang Jawa sangat diperlukan bagi keseimbangan alam,” paparnya.
Sementara itu, Zaini juga mengingatkan kepada para pemelihara Elang Jawa terkait keberadaan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistimnya. Secara rinci, larangan perlakuan secara tidak wajar terhadap satwa yang dilindungi terdapat dalam Pasal 21 ayat (2) UU ini yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang untuk:
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
“Ancaman bagi pelanggar UU tersebut sendiri cukup berat yaitu hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta. Di Garut sendiri saat ini ada seorang pemelihara elang jawa yang tengah menjalani proses hukum karena menganiaya elang hingga sayapnya patah,” pungkasnya. (Yayat R/WP)