wartapriangan.com, BERITA CIAMIS. Suasana akrab terlihat di wajah para peserta “nyerat aksara sunda” yang digelar oleh Pangauban Kawargian Nonoman Galuh, Minggu (30/01) di Bale Sawala, Kampung Kuta Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Tak hanya itu, peserta pun terlihat antusias menimak materi yang disampaikan. Meskipun cukup sulit, mereka tetap mencoba menulis satu persatu huruf Sunda. “Ya sedikit sulit tapi bagi kami ini sebuah pembelajaran bermanfaat,” ungkap Pemuda Kampung Kuta, Ade Koko.
Pemateri “Nyerat Aksara Sunda” dari Nonoman Galuh, Eggy Aditiar, membuka belajar aksara sunda dari sejarah aksara Sunda yang diketahui sudah digunakan pada abad 16. Kemudian dirinya pun menjelaskan kapan aksara Sunda digunakan.
“Berdasarkan pada naskah-naskah kuno sunda seperti, Bujangga Manik, Sanghyang Siksa, Kanda Ng Karsian, Swaka Darma, Ratu Pakuan, dan Cerita Parahyangan, aksara Sunda sudah digunakan sejak abad 16,” terang Eggy pada Warta Priangan.
Bahkan lanjut Eggy , aksara sunda sudah diatur dalam Perda Provinsi Jawa Barat No 6 tahun 1996 tentang Pelestarian dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda. “Setelah diketahui aksara Sunda dari naskah-nasakah kuno tersebut, tahun 2003 langsung dikembangkeun agar siswa sekolah khususnya bisa mengenal aksara Sunda,” katanya.
Namun tambah Eggy , pada waktu itu orang Sunda kebingungan tentang aksara Sunda mana yang harus digunakan, karena aksara Sunda banyak jenisnya. “Saat ini banyak orang Sunda menggunakan aksara Sunda dengan jenis Hanacaraka, yang sebetulnya dari Jawa. Sehingga untuk menjawab hal tersebut para ahli sastra aksara, membuat sebuah lokakarya. Hasilnya ditetapkanlah aksara Sunda teh jenis Kaganga, yang lebih dekat dengan aksara Sunda kuno seperti di prasasti Kawali,” terang dia.
Sementara Ketua Panitia “Nyerat Aksara Sunda”, Tendi Nugraha menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan upaya untuk menyadarkan orang Sunda akan pentingnya belajar aksara Sunda. “Sudah waktunya orang Sunda mempunyai rasa cinta dan kesadaran terhadap warisan budaya Sunda bukan hanya sekedar melestarikan budaya tapi harus lebih menjadi jati diri orang Sunda,” tegasnya
Lebih lanjut Tendi mengatakan pelajaran budaya Sunda di lingkungan generasi muda sekarang sangat mengkhawatirkan. Ini terbukti banyak generasi penerus bangsa sekarang kurang memahami dan mengetahui kayanya dan luhurnya budaya Sunda.
“Miris rasanya saat melihat generasi sekarang tidak mengenal jati diri dari budayanya itu sendiri. Padahal budaya Sunda beragam kaya-nya dan luhur ajaranya, seperti nilai dari kesopanan, filosofi, sejarah, seni dan budaya, Adat kebiasaan ini sudah mulai terkikis. Sehingga kami Nonoman Galuh yang tersebar di hampir beberapa wilayah seperti Sumatera, Yogyakarta, Bandung, Cikarang, Tasikmlaya, Ciamis, Banjar, Pangandaran dan daerah lainya berkomitmen menggelar aksi budaya dan edukasi sasaran target generasi muda,” jelasnya.
Tendi berharap, meski dukungan dari pemerintah masih belum maksimal, setidaknanya upaya yang dilakukan komunitasnya bisa lebih membuka cakrawala aksara Sunda di Tatar Galuh sebagai barometer budaya di Jawa Barat.
“Ke depan, aksara Sunda harus bisa masuk pada kurikulum pelajaran di sekolah, jangan hanya sebatas judul perlu ada upaya bersama untuk lebih giat memperkenalkan bahasa dan aksara Sunda yang merupakan bagian dari peradaban manusia itu sendiri. Dan kami akan terus melakukan gerakan aksi budaya edukasi “nyerat aksara Sunda ini ke daerah lain di Tatar Galuh,” tungkasnya. (Syarif Hidayat/WP)