wartapriangan.com, BERITA GARUT. Ada beberapa monumen ataupun tempat yang mengandung nilai sejarah tinggi di Garut, namun sayang sepertinya masyarakat maupun pemerintahan seakan kurang perduli. Seperti rumah bekas tempat tinggalnya seorang Jendral Besar, AH. Nasution, saat agresi Belanda kedua, beliau bersama keluarganya tinggal di Desa Pancasura, Kecamatan Singajaya.
Sayangnya rumah yang sempat dijadikan tempat tinggal seorang pahlawan nasional bersama keluarganya itu, tidak pernah dilirik. Bahkan kini rumah tersebut sudah berubah menjadi lahan pertanian warga.
Selain itu ada pula salah satu monumen bersejarah lainya, yakni PLP (Pusat Latihan Penembakan) Tentara yang terletak di Kampung Babakan Pasantren di Kaki Gunung Guntur, Kecamatan Tarogong Kaler. Tugu setinggi kurang lebih 20 meter itu hingga kini masih berdiri dengan kokoh. Walaupun sudahbanya berlubang bekas peluru tentara yang saat itu melakukan latihan tembak.
Dikatakan aki Sukanda (95), warga Kampung Babakan Pasantren. Tugu tersebut berdiri sejak tahun 1960 an, ketika itu Tentara Kujang 305 masih bermarkas di Tarogong. Dan Tugu tersebut selalu dijadikan Pusat Latihan Penembakan oleh 305, 328 serta Batalion lainnya yang ada di Tatar Sunda.
Menurut aki Sukanda, Tugu yang memiliki nama abadi hingga kini PLP itu, sangat bersejarah sekali. Apalagi disaat Tentara Siliwangi berhadapan dengan Gerombolan DI/TII. Namun sayang katanya, Pemerintah Daerah Kabupaten Garut tidak pernah memperhatikan tugu bersejarah tersebut. Apalagi berfikir untuk memeliharanya.
Padahal kalau dipelihara dan dijadikan monumen sejarah, niscaya akan berdampak sangat besar bagi lingkungan maupun Pemerintahan Kabupaten Garut itu sendiri.
Pasti katanya, banyak pengunjung yang datang untuk menikmati suasana Gunung Guntur, bahkan sekarang saja setiap minggunya tidak kurang dari 100 orang pengunjung yang datang untuk berkemping. Apalagi di hari-hari libur panjang, banyak pecinta gunung yang datang berkemping di areal sekitar Tugu PLP tersebut.
Kaki Gunung Guntur memiliki panorama alam yang sangat indah, dengan memiliki air terjun sebanyak tiga buah. Keadaanya sekarang rusak. Kerusakan eko sistem di sekitar kaki gunung Guntur tersebut akibat ulah dan keserakahan manusia. Dijadikan lahan galian C selama puluhan tahun.
Untuk itu aki Sukanda berharap, agar pemerintah daerah maupun pusat ikut memikirkan serta menjaga nilai-nilai sejarah sekecil apa pun. (Yayat Ruhiyat/WP)