Potret Kemiskinan di Pangandaran, Keluarga Ini Butuh Uluran Tangan

wartapriangan.com, BERITA PANGANDARAN. Berdasarkan data di Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, setidaknya ada 28.000 warga Kabupaten Pangandaran yang hidup dalam kemiskinan.

Potret kemiskinan itu dialami Euis Nurasiah (25), warga Dusun Cikulu RT.2/RW.1 Desa Sukahurip, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran.

Digubuk yang sederhana, dirinya tinggal bersama suami Adi Anwar (27) serta dua puterinya Zahra Nabila Puteri (5) dan seorang bayi perempuan berumur satu bulan yang belum diberi nama.

“Karena tidak memiliki uang untuk selamatan, anak saya yang bungsu belum diberi nama. Sebab seperti adat masyarakat umumnya, saat pusar si jabang bayi kering sekitar satu minggu setelah lahir, mestinya sudah dikasih nama,”ujar Euis.

Namun dirinya belum berani memberi nama karena biasanya mesti dilakukan syukuran mengundang para tetangga. Hal ini belum dilakukannya karena tidak memiliki biaya.

“Jangankan untuk selamatan pemberian nama, untuk makan sehari-haripun kami keteteran mencukupinya,”kata Euis sedih.

Guna menopang kehidupannya sehari-hari, suaminya berjualan aromanis dan sedikit mainan anak yang dijual setiap ada acara hajatan dengan hasil tidak menentu.

”Untungnya dalam berjualan tidak seberapa. Hanya untuk bisa bertahan hidup, karena tidak setiap waktu ada pesta hajatan,” terang perempuan itu haru.

Dia juga mengaku hingga kini belum pernah mendapat bantuan apa pun dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat maupun dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangandaran.
Dirinyapun mengaku tidak setiap bulan dapat bantuan beras untuk orang miskin (raskin).

Sudah dua bulan ini saya tidak memperoleh raskin. Kalaupun dapat hanya 3 kg per bulan,” ungkap Euis kepada Warta Priangan, Minggu (22/1) siang.

Euis juga menegaskan tak berpikiran untuk menyalahkan siapa pun atas kehidupan keluarganya yang kurang mampu tersebut. Karena itu, meskipun kondisi suaminya tetap semangat berjualan ditempat orang yang mengadakan pesta hajatan, meski hanya sekedar untuk membeli beras dan lauk untuk makan sehari-hari daripada menjadi beban orang lain.

”Harapan kami hanyalah bisa hidup layak, termasuk tinggal di tempat yang layak. Tidak selalu kebocoran saat hujan disertai angin,” ungkapnya juga.

Pantauan Warta Priangan, tempat tinggal Euis yang berukuran 4×3 meter itu kondisinya memprihatinkan.

Di rumah berlantai tanah dan terbuat dari GRC yang telah pecah-pecah itu, tidak ada tempat tidur maupun kursi. Tidak ada barang berharga seperti televisi atau kipas angin di rumah yang sebagian dindingnya rusak dan ditutupi plastik bekas tersebut.

Euis juga mengaku belum pernah menerima bantuan perbaikan rumah dari pemerintah. ”Belum ada bantuan untuk memperbaiki rumah, mungkin karena rumah ini menumpang di tanah PT. KAI yang disewanya Rp.130 ribu per tahun,” ungkapnya lagi.

Kini, harapan Euis dan keluarga ada yang bersedia membantu memberikan modal usaha dan bantuan untuk mengadakan selamatan anakanya agar segera punya nama.

”Bantuan modal agar kami tetap bisa berjualan apa saja untuk membantu usaha suami menghidupi seluruh keluarga sehari-hari,” paparnya lagi. (Iwan Mulyadi/WP)

berita pangandaranpangandaran
Comments (0)
Add Comment