wartapriangan.com, BERITA PANGANDARAN. Warga Blok Jambu Handap, perbatasan Dusun/Desa Bojong, Kecamatan Parigi dengan Dusun/Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran, memiliki tradisi tersendiri dalam membagi hasil pertanian setelah mereka panen padi.
Salah satu tokoh pemuda Desa Cikalong, Aman mengatakan, warga yang berada di daerah Blok Jambu Handap terbiasa membagi hasil panen pertaniaan padi dengan hitungan 6 berbanding 1.
“Jika seorang pemilik sawah panen, biasanya melibatkan tetangga sekitar untuk membantu panen,” kata Aman.
Hasil padi yang telah ditimbang harus dibagi dengan orang yang terlibat mengikuti panen, jika hasil panen 6 Kwintal maka 1 Kwintal menjadi milik orang yang ikut panen sebagai upah kerja.
“Secara ekonomi perhitungan tersebut lebih menguntungkan kepada orang yang membantu panen dibandingkan jika dinominalkan upah buruh satu hari Rp 70.000,” tambah Aman.
Namun, karena tradisi tersebut merupakan budaya turun temurun yang dipakai sebagai pedoman bermasyarakat, pemilik sawah tidak pernah merasa rugi.
“Tradisi bagi hasil pertanian tersebut bermula dari sebuah sejarah Babad Jambu Handap yang menceritrakan pertempuran antara Eyang Jongkrang alias Sabda Jaya penguasa daerah Jambu Handap dengan enam orang pasukan dari Kerajaan Sukapura,” papar Aman.
Dalam sejarahnya, ke enam pasukan dari Kerajaan Sukapura ingin menguasai daerah Jambu Handap, namun waktu itu Eyang Jongkrang mempertahankannya sehingga terjadilah pertempuran.
“Pertempuran terjadi di lokasi Jambu Handap yang pada waktu itu lokasinya terdapat tiga perbukitan, ke tiga perbukitan itu hancur karena ke enam orang pasukan dari Kerajaan Sukapura dan Eyang Jongkrang mengadu ilmu juga kekuatan dan kesaktian masing-masing yang dimilikinya,” jelas Aman.
Sementara Juru Kunci Jambu Handap Aki Ceceng (67) mengatakan, setelah ke tiga perbukitan itu hancur dijadikan lahan pertanian sawah dengan luas kurang lebih 4 hektare.
“Saat pertama kali panen padi pada tahun 1200 Masehi hasil pertanian harus dibagi 6 berbanding 1, hitungan tersebut merupakan penghargaan kepada 7 orang yang telah meratakan perbukitan menjadi areal pesawahan melalui pertempuran,” kata Ceceng. (Iwan Mulyadi/WP)