Hingga Februari, Inflasi Jawa Barat Masih Terkendali

wartapriangan.com, BERITA PANGANDARAN. Inflasi bulanan di Jawa Barat pada Februari 2017 menurun dibanding bulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari inflasi Februari 2017 sebesar 0,36 persen atau menurun dibanding Januari 2017 sebesar 0,77 persen.

Hal tersebut disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, Ismet Inono, dalam acara Capacity Building Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Provinsi Jawa Barat dan TPID Kabupaten/Kota se-Jawa Barat Tahun 2017 yang diselenggarakan di Hotel Horison Palma, Pantai Barat Pangandaran, Selasa (21/3) siang.

Menurut Ismet, penurunan tekanan inflasi bulanan ini terjadi seiring dengan mulai menurunnya harga sejumlah komoditas pangan utama dan meredanya dampak kenaikan tarif yang ditetapkan Pemerintah di awal tahun 2017 meskipun hal ini tertahan oleh dampak tarif listrik bagi pelanggan pasca bayar serta kebijakan penyesuaian cukai rokok terhadap harga jual rokok oleh perusahaan.

“Realisasi inflasi IHK bulanan Februari 2017 ini lebih tinggi dibanding rata-rata historisnya (periode 2012-2016) sebesar 0,16 persen dan inflasi bulanan nasional yang tercatat sebesar 0,23 persen,” ujarnya.

Menurutnya, inflasi tahun berjalan Jawa Barat hingga Februari 2017 mencapai 1,13 persen, lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis periode 2012-2016 inflasi tahun berjalan Februari sebesar 0,74 persen.

Secara tahunan, lanjut Ismet, inflasi Jawa Barat meningkat dari 2,94 persen pada Januari menjadi 3,49 persen pada Februari 2017 atau berada di bawah inflasi tahunan nasional yang tercatat sebesar 3,83 persen.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, Ismet Inono. (foto: iwan mulyadi/wp)

Ismet menambahkan, kenaikan cukai rokok yang ditransmisikan secara bertahap menyebabkan rokok kretek dan rokok kretek filter kembali menjadi salah satu penyumbang inflasi utama pada kelompok ini, dengan inflasi bulanan yang lebih tinggi dibanding Januari 2017.

“Berdasarkan pola historisnya (2014-2016), kenaikan harga rokok yang tinggi terjadi pada bulan Februari, Mei, dan September,” tambahnya.

Kelompok pangan bergejolak (volatile food/VF) tercatat mengalami deflasi bulanan sebesar-0,33 persen setelah pada bulan Januari mengalami inflasi sebesar 0,04 persen. Meski demikian, secara tahunan meningkat dari 4,27 persen pada Januari menjadi 5,06 persen pada Februari.

Penurunan tekanan inflasi bulanan ini terutama disumbang oleh kelompok daging dan hasil-hasilnya; telur, susu, dan hasil-hasilnya; serta buah-buahan.

Secara spesifik, komoditas penyumbang deflasi utama pada Februari 2017 adalah daging ayam ras, telur ayam ras, cabai merah, jeruk, dan tomat.

Di sisi lain, kenaikan harga pada komoditas cabai rawit dan bawang merah masih berlanjut. Pasokan cabai rawit masih sangat terbatas akibat gagal panen karena penyakit patek yang berkembang selama musim hujan.

Selain itu, dampak banjir di Brebes juga masih menyebabkan harga bawang merah terus meningkat. Berdasarkan pantauan harga yang dilakukan Bank Indonesia pada 7 (tujuh) kota perhitungan inflasi di Jawa Barat, pada minggu ke-4 Februari 2017 harga cabai rawit merah tertinggi adalah di Kota Bandung mencapai Rp169.325,-/kg sementara terendah di Kota Sukabumi sebesar Rp134.059,-/kg.

Selanjutnya, berdasarkan kota perhitungan inflasi, seluruh kota mengalami inflasi pada bulan Februari, di mana inflasi tertinggi terjadi di Kota Depok (0,57 persen) akibat kenaikan kontrak rumah. Sementara inflasi terendah terjadi di Kota Bekasi (0,17 persen).

“Sementara secara tahunan, inflasi tertinggi terjadi di Kota Bogor mencapai 4,46 persen (yoy) dan terendah di Kota Cirebon sebesar 2,92 persen,” tambahnya.

Ke depan, lajutnya, tekanan inflasi diperkirakan masih cukup tinggi sejalan terutama yang bersumber dari administered prices melalui kebijakan pencabutan subsidi litrik untuk pelanggan daya 900VA kategori Rumah Tangga Mampu (RTM) tahap kedua yang berlaku per 1 Maret 2017. Pada tahap kedua, tarif untuk pelanggan golongan ini naik sebesar 30%.

Selain itu, meskipun inflasi volatile food saat ini masih relatif terkendali, namun perlu diwaspadai potensi peningkatan tekanan harga ke depannya baik memasuki bulan Ramadhan maupun imbas lanjutannya.

“Tim Pengendali Inflasi Daerah yang tergabung dalam Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Jawa Barat beserta TPID 27 Kabupaten/Kota akan terus meningkatkan koordinasi dalam rangka menjaga stabilitas pasokan kebutuhan pangan di Jawa Barat dan meminimalkan dampak kenaikan harga dari kelompok barang yang diatur pemerintah,”pungkasnya. (Iwan Mulyadi/WP)

berita pangandaranpangandaran
Comments (0)
Add Comment