wartapriangan.com, BERITA GARUT. Koperasi merupakan wadah utama bagi perekonomian rakyat. Kebijakan tersebut sudah digariskan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1, yang menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama, bangun usaha yang sesuai dengan itu adalah Koperasi.
Berdasakan Undang-undang tersebut, pada rapat kerja Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APEKI) Jawa Barat, Kepala Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, H Arief Santosa SE MSC, menyampaikan pentingnya pembentukan Koperasi Petani di seluruh wilayah Jawa Barat.
Saat ini, sektor pertanian informal berfokus menghasilkan barang bagi pasar, namun tidak cukup terorganisir untuk bertransaksi dengan perusahaan-perusahaan besar atau dengan investor asing. Untuk itu, sudah waktunya petani kopi yang tergabung dalam APEKI mendirikan koperasi yang dikelola dengan baik, agar menguntungkan petani.
“Karena jika koperasi APEKI sudah terbentuk, maka ke depannya akan berperan sebagai penghubung antara petani kopi dengan bisnis pertanian yang lebih besar, sehingga mampu memaksimalkan kesempatan pasar,” ujar Arief Santosa di hadapan para petani kopi Se-Jawa Barat, Kamis (8/6) di kantor Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Jalan Surapati Nomor 68 Bandung.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Kabupaten Garut, sekaligus Ketua APEKI Kabupaten Garut, Ir H Asep Achlan MM. Usai mengikuti rapat kerja, Asep menyampaikan, potensi kopi di kancah global cukup menjanjikan. Hal ini menyedot perhatian Ketua Fraksi DPRD Kabupaten Garut dari Fraksi Demokrat, untuk menggalakkan dan membudidayakan produksi kopi lokal yang dimulai dari industri kopi rumahan.
“Kopi Garut memang memiliki kualitas yang sangat baik, bahkan Kabupaten Garut merupakan salah satu pemasok bahan baku kopi terbesar kepada salah satu perusahaan kopi franchise di Amerika Serikat,” kata Asep.
Menyinggung soal koperasi, Asep Achlan menuturkan, petani tak akan mendapat dukungan kelembagaan yang cukup tanpa kelembagaan koperasi. Sementara ada tiga elemen sentral lainnya dalam membangun dan mempertahankan koperasi. Pertama adalah pengelolaan skema tabungan atau kredit yang tepat dan teliti, dan secara lebih umum, modal finansial. Kedua adalah memastikan kohesi yang kuat dalam koperasi petani kopi melalui kepemimpinan yang adil dan sistem pengaturan yang meliputi kendali serta sangsi sosial. Dan ketiga, imbuh Asep, mewujudkan keseimbangan antara kohesi internal dengan relasi.
“Saat ini, tantangan terbesar dalam mendirikan koperasi adalah membangun kapasitas orang-orangnya. Para petani kadang mengalami kesulitan dalam merespon tuntutan pasar secara efisien terkait jenis, kualitas dan jumlah produk. Sangatlah penting membangun kapasitas semua pemangku kepentingan, termasuk para pejabat pemerintah,” pungkas Asep. (Yayat Ruhiyat/WP)