wartapriangan.com, BERITA PANGANDARAN. Lapangan Katapang Doyong adalah sebuah lahan kosong di kawasan Pantai Timur Pangandaran yang berada di wilayah Desa Pangandaran, Kecamatan/Kabupaten Pangandaran, dan kini ramai diperbincangkan.
Lahan tersebut sering digunakan masyarakat nelayan setempat untuk menjemur hasil tangkapan lautnya. Terkadang lahan tersebut digunakan untuk kegiatan event-event besar seperti festifal layang-layang dan lainnya.
Seperti diketahui lahan tersebut adalah milik negara dan berstatus hak guna bangunan oleh pihak pengusaha. Namun sudah puluhan tahun ternyata tidak dilakukan pembangunan sesuai peruntukannya yaitu membangun hotel berbintang untuk meningkatkan pariwisata dan kesejahteraan masyarakat.
Asep Noordin adalah mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Pangandaran yang juga pernah menjadi tim dalam penyelesaian sengketa lahan di Lapangan Katapang Doyong dengan pihak pengusaha sebagai pemilik HGB. Dirinya mengatakan, hingga saat ini SK pengangkatannya pun sebagai tim, belum dicabut oleh Kepala Desa, Pangandaran.
Menurut Asep, untuk langkah pendekatan-pendekatan pun sudah dilakukannya, baik dengan pihak BPN maupun dengan eks pemegang HGB, melalui beberapa kali pertemuan.
“Pada saat pertemuan kami yang terakhir, mereka menginginkan kita akan diberikan saham. Tetapi kami menolak”ungkapnya.
Pada prinsipnya kata Asep, pihaknya berkeinginan supaya penyelesaian proses pertanahan ini harus sesuai dengan ketentuan. Jadi pihaknya mendorong agar Pemerintah bisa melakukan regulasi sebagimana mestinya.
“Karena HGB itu diatur oleh Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2010 tentang HGB. Memang pemegang HGB ini ada keteledoran, karena sebelum dua tahun masa HGB nya habis tidak memperpanjang kembali,” ungkapnya.
Menurut Asep, sudah jelas dalam peraturan pemerintah tersebut, apabila dalam satu tahun pemegang HGB tidak melakukan peruntukannya kemudian satu tahun berikutnya juga tidak melakukannya, seharusnya ada teguran dari pemerintah.
“Bahkan untuk di tahun ketiga tidak melaksanakan juga, maka seharusnya HGB tersebut dicabut oleh Pemerintah,”ungkapnya.
Meskipun dirinya sebagai tim dalam penyelesaian sengketa lahan tersebut, namun dirinya tetap akan memikirkan manfaat lahan tersebut, karena pemerintah desa pun tidak meminta saham dan sebagainya atas lahan Katapang Doyong.
“Tapi pada saat itu kami minta lahan. Artinya pemikiran kami dan pemerintah daerah itu sama, yaitu lahan,”ujarnya.
Walaupun bahasanya sudah diberikan kepada Pemda tetapi tidak sampai disitu karena masih harus berkomunikasi dengan eks pemilik HGB. Tentu harapannya, pemerintah daerah harus segera melakukan komunikasi ini dengan pihak eks pemegang HGB.
“Tentunya nanti harus ada ‘win win solution’nya. Ya syukur-syukur yang lahan seluas 6,7 hektar tersebut diserahkan ke Pemda, sehinga bisa lebih bagus lagi untuk dibuat sentra parkir dan sebagai kawasan khusus,”ujarnya.
Namun dirinya menyayangkan pihak Kementerian Agraria seperti yang diberitakan di media, bahwa Pemda harus melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan pihak eks pemegang HGB.
Kata Asep, kepemilikan HGB ini sudah tiga kali ganti kepemilikan dan semuanya tidak ada yang melakukan peruntukannya, hingga yang terakhir dipegang oleh Pangandaran Elok.
“Nah ini yang masyarakat kecewakan. Kan anak kecil juga tahu seperti apa bangunan hotel itu. Tapi kenyataannya sampai saat ini yang ada hanya lapangan kosong. Masa berlaku HGB hingga 20 tahun dan sudah lama kadaluarsa,” ucapnya.
Sementara Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran, melalui Bupatinya Jeje Wiradinata belum lama ini telah bertemu dengan Menteri Agraria Dan Tata Ruang RI di Jakarta untuk menanyakan perihal lahan di Katapang Doyong seluas 6,7 hektar. Hasilnya, kata Jeje, lokasi tersebut akan dibangun menjadi kawasan khusus.
“Kita akan bangun sentra parkir dan fasilitas lainnya yang di desain dengan bagus sehingga menjadi salahsatu daya tarik wisata di Pangandaran,” ujarnya. (Iwan Mulyadi/WP)