wartapriangan.com, BERITA GARUT. Sulitnya mencari lapangan kerja dan himpitan ekonomi, terpaksa banyak yang melakukan pekerjaan berat bahkan mengancam jiwa. Seperti para penambang pasir di Sungai Cimanuk, mereka harus bertaruh nyawa demi menutupi kebutuhan ekonominya. Bahkan tak jarang mereka terbawa arus air saat pasang.
Seperti yang dituturkan Rasidi (45), warga Kampung Gadog Hilir RT01/01, Desa Mekarsari, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut. Selama tiga puluh tahun dia menjadi seorang penambang pasir di Sungai Cimanuk. Meskipun ia rasakan pekerjaan tersebut cukup berat dan membahayakan, namun karena tidak ada lagi pekerjaan lain, terpaksa pekerjaan tersebut ditekuninya.
Ternyata bukan hanya kaum Adam saja yang mengais rejeki di Sungai Cimanuk, namun kaum hawa pun banyak. Mereka bekerja sebagai pengangkut pasir. Seperti Asoh (42), warga Kampung Sasak Beusi, Desa Sindangsuka, Kecamatan Cibatu. Ia terpaksa melakukan pekerjaan tersebut untuk membantu kebutuhan rumah tangga.
Asoh bisa menjual pasir seharga Rp 40.000/ kubik, sementara harga pasir di tempat per kubik nya Rp 50.000. Dari harga Rp 50.000 dipotong biaya muat Rp 4000, sewa tempat Rp 2000 dan retribusi Rp 4000 /kubik nya. Namun menjual pasir dan batu hasil tambangnya itu tidak bisa satu atau dua hari, bahkan terkadang satu sampai dua minggu baru terjual,”ungkap Asoh.
Hal senada dikatakan Yayah (61), ibu yang usianya senja ini mengaku sudah 13 tahun menggeluti pekerjaan sebagai penambang pasir. Dirinya hampir setiap hari melakoni pekerjaan yang kerap dilakukan laki-laki. Menurutnya, lokasi penambangan bukan di Kampung Gadog Hilir saja, namun sepanjang jalan raya terdapat lima titik lokasi penambangan pasir yang diperoleh dari bantaran sungai Cimanuk tersebut.
Begitulah kesulitan mereka yang selama ini bekerja sebagai penambang pasir dan batu di sekitar sungai Cimanuk. Terkadang mereka harus melawan maut demi sesuap nasi.
(Yayat Ruhiyat/WP)