wartapriangan.com, BERITA PANGANDARAN. Tahapan Pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2018 saat ini sedang berjalan dan pada 15 Juni mendatang memasuki tahapan kampanye. Dimana tahapan kampanye menjadi tahapan krusial serta sering terjadi banyak pelanggaran.
Salah satu pelanggaran yang biasa terjadi, yaitu keterlibatan ASN serta Kepala Desa dalam mendukung salah satu paslon. Apalagi sebagian Calon yang sudah memastikan maju saat ini masih berstatus kepala daerah.
Sekretaris Daerah Kabupaten Pangandaran Mahmud SH.MH, mengaku, meski harus cuti saat melakukan kampanye, tidak ada jaminan kepala daerah yang ikut maju tidak akan menggunakan ASN dan Kepala Desa di daerah-nya sebagai alat pendulang suara.
Menyadari hal itu, tambahnya, jauh-jauh hari mengingatkan kepada seluruh ASN dan Kades di Kabupaten Pangandaran, untuk dapat menjaga netralitas, pada pelaksanaan pilgub Jabar 2018 mendatang, dengan tidak terlibat aktif, dalam pemenangan salah satu paslon.
Ia menegaskan, akan ada sanksi Adminsitratif dan pidana bagi ASN dan Kades yang terbukti terlibat dalam kempanye. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang No 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Ke dua atas undang-undang nomor 1 tahun 2015, tentang penetapan peraturan pemerintah penggant undang- undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota menjadi undang-undang.
“Dalam Pasal 70 ayat (1) butir a,b dan C disebutkan pasangan calon dilarang melibatkan pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah. ASN, anggota Polri, dan TNI sera Kepala Desa Lurah dan perangkat Desa,” katanya, Minggu (14/1/2018) siang tadi, disela-sela kegiatan relokasi pedagang di Pantai Barat Pangandaran.
Dijelaskanya, larangan dan sanksi bagi PNS/ASN serta Perangkat Pemerintahan juga tertera dalam pasal 29 ayat (2) undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang PNS/ASN ditegaskan bahwa Pegawai Aparatus Sipil Negara harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Bahkan, aturan lain yang melarang PNS/ASN ikut serta terlibat dalam Kampanye Pilkada/Pemilu tercantum dalam pasal 4 ayat 15 Peraturan Pemerintahan Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS/ASN.
Dipaparkanya, dalam aturan itu, disebutkan, setiap PNS/ASN dilarang memberikan dukungan kepada calon Kepala/Wakil Daerah dengan cara Terlibat langsung dalam kegiatan kampanye mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye, Keputusan atau tindakan yang menguntungkan maupun merugikan salah satu pasangan calon semasa kampanye.
Kemudian mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pilkada sebelum dan selama sesudah masa kampanye meliputi ajakan, himbauan, seruan, pemberian barang kepada Perangkat Pemerintahan dalam lingkungan unit kerjanya anggota keluarganya serta masyarakat.
“Jika terdapat PNS/ASN atau Perangkat Pemerintah dan terbukti melakukan pelanggaran tersebut maka PNS/ASN akan dikenakan sanksi berupa surat teguran, sanksi hukuman disiplin meliputi penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun dan penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun, serta penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun,”jelasnya.
Mahmud juga mengaku, tidak hanya ASN larangan menjaga netralitas juga dikhususkan untuk Kepala Desa, hal itu termuat pada Pasal 51 Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam aturan itu, aparatur pemerintah desa dilarang untuk ikut berkampanye dan dalam UU No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu, pasal 278. Dalam aturan tersebut sangat tegas bahwa kepala desa dan perangkatnya serta PNS dan TNI atau Polri tidak boleh terlibat politik.
“Sebagai pelayan masyarakat mereka harus netral. Kades dan lurah wajib netral. Tidak boleh terlibat dalam politik praktis,”pungkasnya.
(Iwan Mulyadi/WP)