wartapriangan.com, BERITA PANGANDARAN. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan Keramba Jaring Apung (KJA) Offshore di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang, Desa Babakan, Kecamatan/Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Selasa (24/4/2018) siang ini.
Dalam kesempatan tersebut, hadir Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan sejumlah pejabat lainnya.
Menurut Jokowi, dengan keramba jaring apung lepas pantai ini diharapkan dapat menjadi terobosan dalam budidaya perikanan di Indonesia.
Ia menyebut, KJA di Pangandaran ini, adalah yang pertama kalinya ada di Indonesia dan menjadi cikal bakal berlipat gandanya nilai tambah budidaya perikanan Indonesia.
KJA offshore merupakan program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mengadopsi teknologi budidaya dari Norwegia. Pangandaran adalah satu dari tiga lokasi pertama pengembangan KJA offshore di Indonesia selain Sabang, Aceh dan Karimunjawa Jepara.
Teknologi KJA offshore ini merupakan KJA berbentuk bulat berdiameter 25,5 m, dengan keliling lingkaran 80 m yang berfungsi untuk memelihara ikan laut yang letaknya di lepas pantai/laut terbuka (> 2 km dari pantai).
Berbeda dari KJA konvensional, KJA offshore memiliki kedalaman jaring sampai 15 meter dan dapat ditebar lebih banyak benih, yaitu sekitar 1,2 juta per tahun untuk 8 lubang. Dengan demikian, produksi juga akan lebih tinggi, yaitu mencapai 816 ton per tahun per unit (8 lubang). Sedangkan KJA konvensional hanya dapat memproduksi 5,4 ton per tahun per unit (8 lubang).
KJA offshore dengan tiap unit terdiri dari 8 lubang akan diisi benih kakap putih (barramudi). Kakap putih dipilih karena termasuk ikan yang mudah dibudidayakan. Selain itu, kakap putih dinilai bisa diolah menjadi berbagai produk dengan pasar yang lebih luas dibandingkan jenis ikan budidaya lainnya, misalnya kerapu.
Ikan kakap putih hasil budidaya KJA offshore ini akan di panen dan diproses dalam bentuk fillet maupun frozen. Rencananya produk ini akan dijual di pasar dalam negeri maupun luar negeri seperti Eropa, Timur Tengah, dan Australia.
Pengembangan teknologi ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan secara langsung sekitar 200 – 240 orang pada proses pendederan. Di mana untuk memenuhi benih di satu lubang KJA offshore diperlukan lahan 5 hektare.
Tak hanya melibatkan tenaga kerja langsung, KJA ini juga akan menyerap tenaga kerja tidak langsung sekitar 135 – 220 orang. Pada kegiatan penyortiran ukuran ikan, pengangkutan benih, dan vaksinasi dapat melibatkan sekitar 15 – 25 tenaga kerja per 5 hektar. Dengan demikian, 8 lubang KJA akan melibatkan tenaga kerja tidak langsung sekitar 120 – 200 orang.
“Di samping terlibat dalam pendederan, masyarakat sekitar juga akan kita libatkan pada proses panennya. Dibutuhkan sekitar 15 – 20 tenaga kerja setiap kali panen per lubangnya,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Nelayan sekitar juga akan diberdayakan melalui pemanfaatan ikan rucah hasil tangkapan nelayan sebagai pakan tambahan untuk KJA offshore. Jika satu nelayan bisa menghasilkan 20 kg ikan rucah per hari, maka dengan 50 nelayan dapat dihasilkan 1 ton ikan rucah per hari.
Adapun proses pendederan dari hulu ke hilir serta proses proses pengamanan budidaya KJA offshore akan melibatkan masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD). KUD juga akan dilibatkan dalam pengelolaan hasil panen. KUD Mina Sari misalnya. KUD anggota HNSI Pangandaran ini akan bekerja sama dengan BUMN mengelola hasil panen agar memberikan efek ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat.
“Teknologi KJA offshore adalah salah satu sarana dalam mendorong munculnya industri akuakultur nasional. Dengan adanya industri akuakultur di Pangandaran akan muncul efek positif berupa berkembangnya industri pengolahan di Pangandaran dan selanjutnya diharapkan dapat mendorong perekomian daerah,” lanjut Menteri Susi.
Pertumbuhan ekonomi tersebut juga diharapkan terjadi akibat tumbuhnya industri pengolahan ikan lewat teknologi budidaya KJA offshore. Dengan panen kurang lebih 86,4 – 108 ton per siklus, dengan ditunjang pemanfaatan Integrated Cold storage kapasitas 200 ton, setidaknya akan membuka lapangan kerja bagi 58 orang.
“Kita berharap percontohan yang dilakukan pemerintah ini dapat mendorong mendorong investor yang tertarik melakukan usaha budidaya ikan dengan teknologi yang sama di wilayah lain. Sebab, wilayah laut Indonesia yang memiliki potensi budidaya laut lepas pantai masih sangat luas,” ujarnya lagi.
Perlu diketahui, KJA offshore Pangandaran dibangun di tengah laut dengan jarak sekitar 4 mil dari pantai terdekat atau 7 – 8 mil dari PPI Cikidang. Penentuan lokasi KJA offshore ini, telah melalui kajian lingkungan dan kelayakan lokasi, serta sosialisasi dan komunikasi terhadap nelayan sekitar. Sehingga dapat dipastikan pembangunan tidak akan menimbulkan kerusakan lingkungan atau kerugian bagi masyarakat.
Lokasi pembangunan dipilih menjauh dari alur penangkapan ikan, alur pelayaran, dan daerah konservasi, serta masuk dalam Peta Zonasi Kawasan Perikanan di Provinsi Jawa Barat.
Saat ini sedang disusun komitmen kerja sama antara KKP, KUD nelayan yang merupakan anggota HNSI Pangandaran, Pengelola KJA, dan Pemerintah Kabupaten Pangandaran terkait pengelolaan KJA lepas pantai ini. Keterlibatan masyarakat nelayan dalam perjanjian ini diupayakan agar semua pihak dapat diuntungkan.
“Jadi kita tegaskan lagi, teknologi ini tidak akan membuat masyarakat tradisional tersingkir karena tujuan awalnya memang bukan untuk menyingkirkan nelayan tradisional. Harus dipahami perbedaan antara ikan hasil tangkapan nelayan dan ikan hasil budidaya,” tegas Menteri Susi. (Iwan Mulyadi/WP)